Magetan (ANTARA) - Sejumlah desa wisata di Kabupaten Magetan, Jawa Timur mendapat pendampingan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan (P-P2Par) ITB agar lebih berkembang dan maju.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Magetan Joko Trihono dalam keterangannya di Magetan, Sabtu mengatakan desa wisata yang didampingi P-P2Par ITB merupakan sejumlah desa wisata yang ada di kawasan Gunung Blego-Bukit Bungkuk (B2).

"P-P2Par ITB intensif mendampingi desa wisata yang ada di kawasan Gunung Blego-Bukit Bungkuk (B2), yakni Desa Ngunut, Trosono, Sayutan, dan Bungkuk," ujar Joko.

Menurut dia, pendampingan tersebut sebagai upaya mengembangkan potensi wisata yang dimiliki dan membantu proses percepatan pembangunan kawasan wisata di desa setempat.

Pihaknya berharap dengan adanya pendampingan tersebut, kelembagaan kelompok sadar wisata (pokdarwis) setempat dapat lebih mengembangkan desanya menjadi jujukan wisatawan ke Magetan.

Baca juga: Dua desa di Banyumas masuk 15 besar Lomba Desa Wisata Nusantara 2023

Sementara, Tim Perencanaan dari P-P2Par ITB, Abadi Raksapati mengatakan pendampingan yang dilakukan lembaganya tersebut bermula dari inisiatif para kepala desa di kawasan B2 yang datang ke ITB dan ingin mengembangkan pariwisata di kawasannya.

"Pendampingan telah berlangsung selama dua tahun, yakni tahun 2021 dan 2022 serta didukung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) setempat," kata Abadi.

Adapun pendampingan dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pariwisata berkualitas atau "Quality Tourism" di Kawasan Gunung Blego-Bukit Bungkuk, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan.

Pada tahun pertama, pihak ITB langsung melakukan studi dan pemetaan di kawasan tersebut. Selanjutnya pada tahun kedua dilakukan program kegiatan yang bisa dieksekusi oleh pokdarwis desa setempat.

"Bentuk eksekusinya adalah meningkatkan kelembagaan dalam pokdarwis, memberikan wawasan terkait pengelolaan desa wisata, pembinaan 'home stay', pemanduan pariwisata, penyusunan paket wisata, dan lainya," kata Abadi.

Dalam kelembagaan, pokdarwis didampingi untuk membuat rencana kerja dan menyusun paket wisata. Saat ini setiap desa telah memiliki paket wisata, tinggal bagaimana pokdarwis desa wisata setempat menjalankan dan mengembangkannya.

Ia menambahkan, P-P2Par ITB selama ini bekerja sama dengan Kementerian Desa dalam percepatan pengembangan desa-desa dengan karakter 3T, di antaranya terluar, tertinggal, dan terpencil.

"Tidak hanya untuk bidang pariwisata saja, selama ada keilmuannya di ITB akan kita bantu," tambahnya.

Menurutnya, untuk menjadi desa wisata, modal utama yang dibutuhkan adalah kemauan dari masyarakatnya untuk bergerak dan kreatif. Sedangkan, potensi alam, budaya, dan daya tarik wisata lainnya, itu mengikuti.

"Kalau masyarakatnya semangat, apapun bisa menjadi daya tarik. Apalagi di kawasan B2, pemdes dan pemdanya juga ikut mendukung aktivitas tersebut, dan tidak setiap daerah melakukan itu," katanya.

Sebagai rangkaian kegiatan Quality Tourism, sebanyak 20 orang anggota Pokdarwis dari keempat desa wisata di kawasan B2 tersebut juga diajak untuk melakukan studi lapangan selama beberapa hari ke Desa Wisata Nglanggeran di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

"Desa Nglanggeran merupakan salah satu desa wisata terbaik di dunia. Melalui studi lapangan tersebut, diharapkan teman-teman dari desa wisata B2 Jaya bisa mengambil pelajaran bagaimana mengelola pariwisata yang baik, dan bagaimana proses mereka menjadi desa wisata yang diakui," katanya.

Baca juga: Desa wisata Golo Loni perkuat pariwisata Flores
Baca juga: Desa wisata di Manggarai Timur masuk 15 besar Desa Wisata Nusantara

Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023