Kami membutuhkan dukungan pemerintah untuk mempercepat penambahan energi baru dan terbarukan.
Jakarta (ANTARA) -
PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero) mengharapkan dukungan pemerintah agar perseroan tidak kehilangan pendapatan dari carbon credit dalam bursa karbon (carbon trading) untuk mempercepat penambahan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT).
 
“Kami membutuhkan dukungan pemerintah untuk mempercepat penambahan energi baru dan terbarukan, sehingga emisi dari PLTU tidak akan melebihi batas yang ditetapkan pemerintah,” kata Manager Transisi Energi PLN Arionmaro Asi Simaremare dalam ESG Conference by Maybank Sekuritas “Greener Indonesia: A Path to Carbon Neutral" secara daring, di Jakarta, Rabu.
 
Arion mengemukakan dukungan yang diharapkan contohnya dukungan pemerintah dalam kegiatan eksplorasi dalam pengembangan panas bumi yang berisiko tinggi.
 
“Jika pemerintah bisa masuk dan terlibat, pembangkit panas bumi bisa dipercepat dan bisa meningkatkan share EBT di PLN,” katanya.
 
Selain itu, diperlukan juga dukungan pemerintah untuk menciptakan ekosistem untuk pengembangan kapasitas industri EBT nasional.
 
Pada sisi lain, PLN juga mengharapkan dukungan pemerintah agar penerapan pajak karbon nantinya tidak mempengaruhi tarif listrik.
 
“Kami berharap pajak karbon tidak akan dialihkan ke tarif listrik ke konsumen. Oleh karena itu kami butuh dukungan pemerintah di masa transisi ini,” katanya.
 
Menurut Arion, penerapan pajak karbon memiliki dampak positif dalam mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca, termasuk dalam mendorong inisiatif untuk mengurangi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
 
Namun, dukungan diperlukan karena sebagai perusahaan listrik negara, pendapatan PLN sebagai perusahaan juga terikat oleh subsidi dan kompensasi dari pemerintah.
 
Presiden Joko Widodo telah meresmikan bursa karbon Indonesia pada 26 September 2023, meski demikian untuk pajak karbon kemungkinan baru terapkan pada tahun 2026 mendatang.
 
Pajak karbon sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang dimaksudkan untuk mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon dan ramah lingkungan.
 
Penerapan pajak karbon juga menjadi instrumen yang mendukung pengendalian iklim untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca juga: Luhut yakin Indonesia bisa percepat transisi energi melalui JETP
Baca juga: Menko Airlangga ajak insinyur percepat EBT dan ekonomi biru

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023