"Mau tidak mau harus diakui bahwa walaupun orang bicara tentang sekarang semua serba online dan nyaman belanja online dan sebagainya, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya nature orang Indonesia atau kebiasaan orang Indonesia adalah ngeriung atau kumpul," kata Dwi, ditemui di Jakarta Selatan, Rabu.
Dwi yang saat ini mengelola tiga brand restoran tersebut mengatakan bahwa dine in berkontribusi sekitar 90 persen atas pendapatan restorannya saat ini.
Baca juga: Tanpa PPKM, potensi industri kuliner Ramadhan kali ini sangat besar
"Kami juga jualan melalui ojek online, namun memang sumbangsih (pendapatan) tertinggi itu datang dari dine in (makan di tempat)," kata Dwi.
Meskipun sempat terpuruk akibat pandemi COVID-19, namun kini Dwi optimistis kebiasaan dine in akan semakin bergeliat.
Menurutnya, restoran yang terletak di dalam mall menjadi salah satu destinasi utama warga Jabodetabek, terlebih saat akhir pekan.
"Kalau di mall makan bisa, anak main bisa, shopping bisa, ngopi bisa, apalagi orang Jakarta emang mau shopping dan makan di tempat yang berbeda? Habis waktunya di jalan," ujar Dwi.
Pada akhirnya, kata Dwi, warga Jakarta dan kebanyakan warga di berbagai daerah penyangga akan memilih menghabiskan waktu di satu tempat yang sama namun dapat melakukan banyak aktivitas.
Ia yakin bisnis kuliner akan semakin bergeliat pada tahun 2024 mendatang karena tiga pertimbangan.
"Pertama kompetitor itu tumbuhnya luar biasa, kedua di manapun ada tempat makan baru itu pasti 'digeruduk', ketiga didukung dengan perkembangan media sosial jadi masyarakat kalau udah bicara soal hidden gem (permata tersembunyi) itu dikejar," kata Dwi.
Baca juga: Pelaku kuliner diajak tetap optimistis di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Pelaku kuliner difasilitasi kembangkan bisnis jadi "foodstartup"
Baca juga: Digitarasa himpun 1.700 pelaku UMKM kuliner di Makassar
Pewarta: Rina Nur Anggraini
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023