Seongnam, Korea Selatan (ANTARA) - Dengan latar belakang lagu-lagu Natal, sebanyak 100 pria dan wanita Korea Selatan berkumpul di sebuah hotel dekat Seoul dengan mengenakan pakaian terbaik mereka dengan label nama tergantung di pakaian mereka, berharap menemukan cinta.

Pemerintah setempat berharap mereka dapat menjadi orang tua dan menghasilkan bayi.

Mereka adalah peserta acara kencan buta massal yang diselenggarakan di Kota Seongnam. Acara itu adalah sebuah upaya pemerintah setempat untuk membalikkan penurunan angka kelahiran di negara di mana popularitas pernikahan dan antusiasme terhadap peran sebagai orang tua telah menurun.

Para peserta, yang berusia 20-an dan 30-an, duduk dengan tenang bersebelahan sampai seorang pelatih hubungan memulai acara dengan permainan batu-kertas-gunting, yang dengan cepat memenuhi ruangan dengan obrolan dan tawa.

Pemerintah kota itu tampak bertekad untuk mengatur pertandingan, menyiapkan anggur merah, coklat, permainan, layanan rias gratis, dan bahkan pemeriksaan latar belakang untuk para lajang yang berpartisipasi.

Lee Yu-mi, berusia 36 tahun, yang bekerja di pemerintah kota, mengatakan dia harus mendaftar tiga kali untuk akhirnya mendapat tempat di acara tersebut.

"Saya tidak menyangka acara ini akan sekompetitif ini," katanya.

Setelah lima putaran acara tahun ini, 198 orang di antara 460 orang meninggalkan acara tersebut sebagai "pasangan", serta setuju bertukar kontak dengan pasangan mereka, kata pemerintah kota.

Ibu kota Korea Selatan, Seoul, telah mempertimbangkan acara serupa tetapi menunda rencana tersebut setelah mendapat kritik bahwa hal itu hanya akan membuang-buang uang pembayar pajak karena gagal mengatasi alasan di balik orang-orang yang memilih untuk tidak menikah dan memiliki bayi – terutama alasan tingginya biaya perumahan dan pendidikan.

Hwang Da-bin, yang mengambil bagian dalam acara itu pada September, mengatakan hal ini membuatnya menghemat biaya untuk mengikuti acara sosial lainnya atau mendaftar ke agen kencan profesional.

"Kita sedang menghadapi krisis demografi yang nyata dan pemerintah perlu melakukan apa pun yang bisa dilakukan. Saya tidak mengerti orang-orang mengeluh mengenai hal ini," kata Hwang.

Tingkat kesuburan Korea Selatan turun ke rekor terendah 0,78 tahun lalu, yang merupakan tonggak sejarah suram lainnya bagi negara dengan jumlah harapan anak terendah di dunia untuk setiap perempuan.

Angka tersebut jauh di bawah angka 1,66 di Amerika Serikat dan 1,3 di Jepang pada tahun 2021. Angka rata-rata di antara negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mencapai 1,58 pada tahun yang sama.

Jung Jae-hoon, seorang profesor di departemen kesejahteraan sosial di Universitas Wanita Seoul, mengatakan "tidak masuk akal" untuk mengharapkan ajang seperti cari jodoh ini menyebabkan angka kelahiran yang lebih tinggi.

"Anda perlu mengeluarkan lebih banyak anggaran secara langsung untuk mendukung kehamilan, persalinan dan mengasuh anak agar dapat disebut sebagai kebijakan untuk meningkatkan angka kelahiran," kata Jung.

Meski mendapat kritik, ribuan orang telah mendaftar untuk acara kencan buta tahun ini yang diselenggarakan oleh kota Seongnam.

Walikota Seongnam Shin Sang-jin mengatakan menyebarkan pandangan positif mengenai pernikahan pada akhirnya akan membantu meningkatkan angka kelahiran, dan menekankan bahwa kencan buta hanyalah salah satu dari banyak kebijakan yang diluncurkan kotanya untuk membalikkan angka tersebut.

"Angka kelahiran yang rendah tentu tidak dapat diselesaikan dengan satu kebijakan saja. Ini juga merupakan tugas kota untuk menciptakan lingkungan bagi orang-orang yang ingin menikah untuk menemukan pasangannya," kata Shin.

Sumber: Reuters
Baca juga: Persepsi anak muda Korsel tentang pernikahan memburuk karena ekonomi
Baca juga: Statistics Korea: Lansia berjumlah 46 persen dari populasi pada 2070
Baca juga: Korea Selatan bisa punah 2750

 

Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023