Dia mengatakan langkah tersebut tidak hanya didasarkan pada besarnya pangsa pasar yang masih menggunakan pembayaran tunai, tetapi juga sebagai respons terhadap kebutuhan para penjual dalam mencari keamanan transaksi online.
"Marketnya masih besar, bisa dibilang dulu COD market itu orang yang unbanked (tidak memiliki rekening bank). Tapi di luar dari itu, seller-seller itu memang mencari keamanan. Jadi keamanan itu adalah dari sisi ketika barang itu sampai uang langsung mereka terima, mereka mencari itu," kata Benno di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Komunitas Konsumen Indonesia sampaikan cara mitigasi soal sistem COD
Dia menjelaskan bahwa sebagai penyedia layanan logistik, Lion Parcel memahami bahwa melengkapi fitur pembayaran merupakan langkah penting dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
Dengan meluncurkan layanan COD, Lion Parcel berusaha untuk memberikan solusi yang tidak hanya memperluas akses ke kalangan orang-orang yang belum menggunakan layanan perbankan, tetapi juga memberikan kepastian kepada para penjual terkait pembayaran dan pengiriman barang.
Benno menjelaskan bahwa Lion Parcel memulai layanan COD dengan COD ongkos kirim (ongkir) dan barang. Setelah berjalan lebih dari enam bulan, kata dia, pihaknya melihat potensi besar pada layanan COD ongkir.
Baca juga: Mekanisme COD pada marketplace bikin untung atau buntung?
"Jadi kami membuka COD ongkir per 1 Desember ini. Potensi COD ongkir akan jauh lebih besar lagi," ujar dia.
Layanan COD diharapkan dapat membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjangkau pasar yang lebih luas, terutama di kalangan masyarakat yang belum memiliki akses keuangan digital, dengan proses tarik dana secara real time.
Dalam konteks ini, Lion Parcel melihat bahwa potensi pertumbuhan COD ongkir akan menjadi signifikan, membuka peluang baru bagi penjual dan memberikan kemudahan kepada konsumen.
Baca juga: Belanja COD, masih kah relevan?
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023