Regulasi ini bertujuan untuk melindungi mereka dalam kontribusi-nya terhadap pemenuhan dan pemajuan HAM perempuan di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan meminta Pemerintah RI agar segera menerbitkan regulasi untuk melindungi perempuan pembela HAM, mengingat ancaman dan serangan, baik secara fisik, psikis, seksual, maupun digital terhadap mereka semakin meningkat.

"Regulasi ini bertujuan untuk melindungi mereka dalam kontribusi-nya terhadap pemenuhan dan pemajuan HAM perempuan di Indonesia," Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Perempuan pembela HAM rentan alami kekerasan daripada pria pembela HAM

Menurut Mariana Amiruddin, saat ini belum ada mekanisme pencegahan, pelindungan, penanganan, dan pemulihan termasuk terbatasnya daya dukung pemulihan bagi perempuan pembela HAM yang mengalami kekerasan.

Anggota Komnas Perempuan Theresia Iswarini menambahkan bahwa dalam satu dekade terakhir setidaknya terdapat 101 perempuan pembela HAM mengalami berbagai serangan mulai dari ancaman, intimidasi, kekerasan, hingga kriminalisasi.

Berbagai serangan tersebut terjadi di berbagai wilayah mulai dari Aceh hingga Papua. Sementara DKI Jakarta dan Jawa Timur menjadi wilayah dengan kasus tertinggi.

Dikatakannya, perempuan pembela HAM yang aktif mengadvokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan sumber daya alam paling banyak mengalami serangan.

Baca juga: KemenPPPA perkuat kapasitas perempuan pemimpin bangun desa inklusif

"Kami menerima aduan dari perempuan pembela HAM dan melaporkannya dalam catatan tahunan secara berkala. Meski data ini belum sepenuhnya memperlihatkan realita yang sebenarnya, namun dalam 10 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan pembela HAM masih terus ada," kata Theresia Iswarini.

Komnas Perempuan menilai ketiadaan regulasi perlindungan berkontribusi pada berulangnya kekerasan terhadap perempuan pembela HAM.

"Minim-nya regulasi dan masih eksis-nya berbagai kebijakan kontradiktif yang melemahkan perempuan pembela HAM sebenarnya saling berkait," kata Anggota Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi.

Hal ini kemudian menyebabkan lamban-nya penanganan dan pemulihan bagi perempuan pembela HAM, ditambah adanya perspektif bahwa kekerasan yang dialami adalah bagian dari risiko pekerjaan.

Baca juga: TWC menghadirkan lingkungan aman dan nyaman bagi pekerja perempuan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023