Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta semua pihak untuk mewaspadai kemungkinan eskalasi politik jelang Pemilu 14 Februari 2024 yang berpotensi melahirkan ketegangan hingga kekerasan di tengah masyarakat.

Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin dalam webinar bertajuk "Mewaspadai Potensi Kekerasan terhadap Perempuan dalam Pemilu 2024" di Jakarta, Senin, menyebutkan di media sosial mulai dihembuskan ujaran kebencian bila kubu paslon tertentu menang dalam Pilpres 2024.

"Baru-baru ini saya mendapatkan informasi dari beberapa sosial media yang menyatakan kalau sampai kubu nomor sekian menang, maka saya akan membawa ribuan homoseksual dan semoga Indonesia akan kiamat. Mulai ada kata-kata kebencian sekaligus mengkambinghitamkan pihak-pihak tertentu," kata Mariana Amiruddin.

Dia mengatakan jika pada Pemilu 2019, isu-isu yang santer dihembuskan adalah isu komunis dan PKI. Maka dalam Pemilu 2024, isu-isu lain dihembuskan yang dapat menyulut kemarahan banyak pihak.

Baca juga: Anies: Kekerasan sekecil apa pun pada perempuan tak boleh disepelekan

Baca juga: Komnas: Masyarakat paling rugi jika Pemilu 2024 diwarnai kekerasan



Komnas Perempuan pun mengajak semua pihak untuk belajar dari peristiwa kericuhan yang terjadi lima tahun lalu, tepatnya tanggal 21 - 22 Mei 2019.

Kericuhan lima tahun lalu di beberapa titik di wilayah Jakarta, terjadi pada saat proses perhitungan suara.

Pihaknya memandang kericuhan lima tahun lalu terjadi akibat menajam-nya bentrokan politik identitas yang memecah belah masyarakat dan memicu konflik.

"Di mana para pengikut, para pemilih sangat fanatik dengan kubunya masing-masing dan memecah belah masyarakat dan memicu konflik," kata Mariana Amiruddin.

Itu merupakan akumulasi dari peristiwa sebelumnya yaitu Pilpres 2014, kemudian Pilgub tahun 2017, dan puncaknya Pilpres 2019.*

Baca juga: Komnas minta semua pihak jaga keamanan dan perdamaian Pemilu 2024

Baca juga: Ketua KPU ajak umat beragama redam kekerasan verbal jelang Pemilu

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024