Jakarta (ANTARA) - Indonesia menyampaikan perkembangan hutan adat dan hubungannya dengan perubahan iklim dalam acara Local Community and Indigenous People yang berlangsung pada perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab.

"Kami memiliki 107 sekolah adat di Indonesia dan 131 masyarakat berhak mengelola hutan adat di 18 provinsi," kata Kasubdit Hutan Adat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yuli Prasetyo Nugroho dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

"Hutan lindung dan konservasi yang dikelola secara adat, diakui, dan dilindungi oleh pemerintah merupakan kontribusi penting terhadap upaya adaptasi perubahan iklim," imbuhnya.

Prasetyo menuturkan multikulturalisme merupakan hal dasar dari pembentukan Indonesia.

Saat ini terdapat 1.128 suku bangsa dan 718 bahasa yang tersebar di 76.655 desa di Indonesia, beberapa di antaranya merupakan ruang hidup masyarakat hukum adat secara turun temurun.

Pada umumnya mereka mengidentifikasikan dirinya dengan nama lokalnya sendiri, seperti Kasepuhan, Nagari, Gampong, Kampung, Marga, Ngata, Hoana, Ketemenggungan atau istilah lokal lainnya.

"Ketika kami menyebut masyarakat hukum adat, pada hakikatnya yang kami maksud adalah kesatuan komunitas yang sama," ujar Prasetyo.

Baca juga: KLHK paparkan tiga topik perhutanan sosial di COP28

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa keberadaan 718 bahasa tersebut memerlukan perlindungan berupa adanya penutur yang masih aktif dan upaya-upaya dokumentasi, karena kearifan lokal terekam dalam istilah dan bahasa-bahasa lokal.

Pengetahuan lokal perlu diterjemahkan menjadi pengetahuan umum masyarakat dan peraturan pemerintah.

"Indonesia telah melakukan itu dengan penetapan hutan adat dengan fungsi lindung atau konservasi. Ketika dalam perspektif adat sebagai hutan keramat, hutan larangan di Lebak, larangan di Sumatera Utara, wana ngkiki di Sigi, dan lain-lain," papar Prasetyo.

Proses Tim Terpadu yang melibatkan semua pihak termasuk masyarakat hukum adat merupakan konsensus bersama untuk menentukan fungsi terbaik bagi masyarakat hukum adat, ekologi, dan sesuai peraturan perundang-undangan.

Kearifan lokal harus dilindungi oleh negara dan diakui oleh masyarakat, serta mendukung aturan kearifan lokal dapat diterapkan dengan baik oleh masyarakat adat dalam kehidupan sehari-hari.

"Kurikulum dan pendidikan terbaik bagi generasi muda terdapat dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di masyarakat," pungkas Prasetyo yang juga merupakan former member Local Community and Indigenous People untuk Asia Pasifik.

Baca juga: KLHK: Luas hutan adat kini capai 244 ribu hektare
Baca juga: Wagub: SK Masyarakat Hukum Adat Rungan wujud komitmen Pemprov Kalteng
Baca juga: KLHK: Masyarakat adat berhak mendapat manfaat dari perdagangan karbon


Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023