kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti fenomena gunung es
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) menyosialisasikan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai wujud  perlindungan seluruh warga tanpa ada pengecualian.

Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat, Abdurahman Anwar menyebut semua warga termasuk perempuan dan anak harus terjamin hak asasinya yakni dengan cara menghormati dan melindungi mereka.

"Kami harus menegakkan perlindungan anak dan perempuan mengingat data per Oktober korban kekerasan anak laki-laki berjumlah 13 anak dan korban kekerasan anak perempuan sebanyak 32 anak, sementara kasus kekerasan pada perempuan berjumlah 40 korban," kata Anwar dalam keterangan tertulis pada Jumat.
Baca juga: PPAPP DKI buka konsultasi psikologi bagi lansia untuk cegah kekerasan
Anwar mengatakan  kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti fenomena gunung es, yakni tidak begitu nampak namun sebenarnya banyak. Maka dari itu harus dicarikan solusinya.

"Kita harus mengetahui penyebabnya dan dicarikan  pencegahan dan penanganan kasus-kasus itu," imbuh Anwar.

Ia menambahkan pencegahan kekerasan perempuan dan anak tentunya melibatkan lapisan masyarakat, sekaligus memberikan penekanan bahwa setiap tindak kekerasan, termasuk kekerasan seksual, adalah kejahatan.

"Sedangkan pemerintah berperan membuat kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap korban, mencabut kebijakan yang diskriminatif, dan memberikan pendidikan secara komprehensif," ujar Anwar.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Provinsi DKI Jakarta, Ibnu Sholeh menyoroti kekerasan perempuan dan anak penyandang disabilitas yang menjadi salah satu isu strategis nasional, termasuk DKI Jakarta.

"Penyandang disabilitas menjadi salah satu komponen masyarakat yang memiliki kerentanan lebih tinggi dibanding masyarakat non disabilitas, salah satunya kerentanan terhadap kekerasan," kata Ibnu.
Baca juga: Satgas Anti Kekerasan dan Perundungan gencarkan pemantauan
Selain itu, Ibnu mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan perempuan non disabilitas.

"Kekerasan perempuan dan anak disabilitas diakibatkan kerentanan yang berlapis," kata Ibnu.

Pertama, kata dia, perempuan dalam kultur, artinya dijadikan objek seksual dan kedua, perempuan dengan disabilitas oleh masyarakat dipandang tidak mampu menjalankan peran domestik dengan baik.

Lebih lanjut, kata Ibnu, berdasarkan data Dinas PPAPP DKI Jakarta Tahun 2022, kasus kekerasan perempuan dan anak, di dalamnya termasuk disabilitas, yang dilayani sebanyak 1.455 kasus. 47,2 persen di antaranya kasus kekerasan terhadap perempuan dan 52,7 persen kasus kekerasan terhadap anak.
Baca juga: KSP ingatkan pesta demokrasi momen kawal hak-hak perempuan & anak
"Jika dilihat dari tahun ke tahun, misalnya data tahun 2019-2022, menunjukkan ada kenaikan jumlah kasus, baik perempuan dan anak disabilitas," kata Ibnu.

Fluktuasi tersebut, kata Ibni, tidak selalu berarti kasusnya naik, bisa jadi yang semula korban tidak berani melapor, sekarang melapor.

"Hal ini karena adanya edukasi dan sosialisasi," paparnya.
 

Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023