Jakarta (ANTARA) - TNI Angkatan Udara(AU) berinisiatif kembali menggelar seminar nasional yang khusus membahas visi kedirgantaraan Indonesia setelah isu itu tidak dibahas selama kurang lebih 20 tahun.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo dalam pidato pembukanya (keynote speech) menjelaskan visi kedirgantaraan nasional perlu dibahas secara berkala oleh seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, TNI AU, sampai industri pertahanan kedirgantaraan mengingat kemajuan teknologi kedirgantaraan yang tumbuh pesat, diikuti dengan potensi kedirgantaraan yang belum banyak dimanfaatkan, dan berbagai jenis ancaman baru yang patut diwaspadai untuk menjaga stabilitas dan keamanan wilayah udara nasional.

“Dalam satu dekade terakhir, kita melihat bagaimana militer semakin tergantung pada mapping (pemetaan, red.), remote-sensing, unmanned system (teknologi nirawak, red.), yang kemudian dipadukan dengan artificial intelligence (kecerdasan buatan, red.), integrated network, guided weapon, dan berbagai teknologi terkini lainnya. Berbagai hal tersebut merupakan disruptive technology di bidang kedirgantaraan, yang diyakini sebagai game changer dalam pertempuran modern. Namun, juga merupakan tantangan teknologi yang harus kita kuasai agar tidak tertinggal,” kata Fadjar Prasetyo saat menyampaikan pemikirannya dalam Seminar Nasional Kedirgantaraan Tahun 2023 di Jakarta, Selasa.

Oleh karena itu, KSAU menilai visi kedirgantaraan nasional perlu dirumuskan, karena itu menjadi pedoman atas strategi dan kebijakan kedirgantaraan yang berkesinambungan.

“Seminar Nasional Kedirgantaraan Tahun 2023 yang diselenggarakan hari ini diharapkan dapat menjadi bagian penting dalam merumuskan strategi dan arah kebijakan jangka panjang untuk memberdayakan sumber daya nasional bidang kedirgantaraan Indonesia, serta meningkatkan minat kedirgantaraan di berbagai lapisan masyarakat,” kata Fadjar.

Dalam seminar nasional itu, beberapa praktisi dan ahli yang menjadi pembicara antara lain, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan RI Marsekal Madya TNI Donny Ermawan Taufanto, Anggota Komisi I DPR RI Dave A. F. Laksono, dan Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara Adi Rahman Adiwoso, Presiden S. ASEAN International Advocacy & Consultancy (SAIAC) Shaanti Shamdasani, Peneliti The National Air & Space Power Center of Indonesia (NASPCI) Curie Maharani Savitri.

Di lokasi yang sama, Asisten Potensi Dirgantara KSAU Marsekal Muda TNI Andi Wijaya menyampaikan seminar nasional yang secara khusus membahas visi kedirgantaraan nasional terakhir kali digelar pada 2003, yang artinya selama kurang lebih 20 tahun, isu itu lama tidak dibahas secara khusus dan serius.

“Saat ini, kami ingin membuka kekosongan itu, bisa membuka lagi kedirgantaraan yang sekarang adalah tantangan global. Kita jangan sampai tertinggal, sehingga perlu meningkatkan sumber daya manusia dengan aerospace mindedness kita terapkan,” kata Andi Wijaya.

Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati, saat ditemui di lokasi yang sama, menilai kekosongan itu kemungkinan setelah bubarnya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional (Depanri) pada 2014. Fungsi Depanri saat itu dialihkan ke Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Namun, dua lembaga itu, terutama yang menyangkut riset, saat ini diambil alih oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Oleh karena itu, Agung menilai hasil seminar hari ini penting karena menjadi peluang untuk mengajak seluruh pihak memikirkan kembali pentingnya merumuskan visi kedirgantaraan nasional.
Baca juga: 106 praktisi kedirgantaraan tukar pikiran di Bali
Baca juga: KSAU: akan ada 25 radar baru untuk perkuat ketahanan udara Indonesia
Baca juga: KSAU: TNI sudah amati perkembangan AI untuk pertahanan negara
Baca juga: Kasau Fadjar Prasetyo diminta jaga wilayah udara kawasan perbatasan

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023