Jakarta (ANTARA) - Bloomberg menyebut 2023 sebagai tahun terpanas dalam tiga dasawarsa terakhir, akibat 183 konflik yang terjadi sepanjang tahun ini.

Perang Rusia-Ukraina yang dua bulan ke depan bakal genap berlangsung dua tahun, dan Perang Gaza tentu saja menjadi konflik terbesar tahun ini.

Ofensif balasan Ukraina ternyata tak mencapai hasil yang diinginkan.

Tapi Rusia juga sudah kehilangan banyak, bahkan menghadapi pemberontakan tentara bayaran Wagner Group pimpinan Yevgeny Prigozhin yang lalu tewas dalam kecelakaan pesawat, dan membuat tetangganya yang netral, Finlandia, masuk pakta pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada 4 April 2023.

Kabar baiknya, jalan buntu di medan perang, kadang memaksa pihak-pihak berkonflik untuk masuk meja perundingan guna mencari solusi damai, walau mungkin terlalu sulit bagi Ukraina.

Sementara itu Perang Gaza yang menjadi perang Israel-Palestina paling lama setelah Perang Arab-Israel 1948, berlangsung habis-habisan hingga membahayakan kawasan Timur Tengah dan dunia.

Tapi sekali lagi, ketika keburukan dan dampak negatifnya menjadi lebih besar, maka konflik di Jalur Gaza pun bisa saja akhirnya berakhir di meja perundingan, walau mungkin memakan waktu lama.

Konflik-konflik lokal juga pecah sepanjang tahun ini, terutama Afrika.

Di Sudan, angkatan bersenjata resmi Sudan (SAF) yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan milisi Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dibawah Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo bentrok April lalu sehingga mengancam stabilitas Tanduk Afrika dan kawasan Sahel.

Tak lama setelah itu, kudeta mengguncang Niger pada Juli yang sebulan kemudian disusul kudeta Gabon, sehingga mengancam stabilitas Afrika Barat, dan Afrika secara keseluruhan.

Di Kaukasus, di batas Asia dan Eropa, konflik kembali pecah antara pemerintah Azerbaijan dan etnis minoritas Armenia di Nagorno Karabakh.

Tapi kali ini operasi militer Azerbaijan pada 19 dan 20 September 2023 efektif mengakhiri apa yang disebut Republik Artsakh ketika pemimpin mereka, Samvel Shahramanyan, meneken pembubaran republik separatis itu yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2024.

Di Asia Tenggara, pembalikan besar terjadi di Myanmar, ketika junta pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing mengalami kekalahan hebat di berbagai front pertempuran.

Pembalikan ini tak saja membuat junta di ambang jatuh, tapi juga membuat khawatir tetangga-tetangga Myanmar, terutama China dan Thailand, yang membayangkan skenario banjir pengungsi dan pelanggaran wilayah oleh pihak-pihak bersengketa di Myanmar.

Di Laut China Selatan, Filipina mendadak mengambil posisi lebih keras terhadap China tak lama setelah rezim berganti dari Rodrigo Duterte yang pro-China kepada Ferdinand Marcos Jr yang pro-Amerika Serikat.

Konflik ini juga mempertaruhkan kredibilitas ASEAN, terutama karena negara-negara seperti Filipina dan Vietnam menganggap ASEAN tak begitu banyak membantu mereka dalam menghentikan agresivitas China di Laut China Selatan.

Ketegangan maritim juga terjadi di Asia Timur dan Laut China Timur, antara Taiwan, AS, Jepang dan Korea Selatan di satu sisi, dan China, Rusia serta Korea Utara di sisi lain, selain juga melibatkan Australia dan Inggris.


Juga jadi tahun perdamaian dan inklusivitas


Bahkan semua konflik itu tak memupus peluang damai, yang mungkin dicapai pada 2024, terutama karena semua pihak menyadari perang yang berkepanjangan hanya menyengsarakan dunia yang belum pulih benar dari dampak pandemi Covid-19, krisis rantai pasokan dan gelombang inflasi.

Tahun 2023 sendiri dipenuhi oleh berbagai terobosan dalam kerjasama dan perdamaian, dari kerangka Kelompok G20, BRICS, sampai Konferensi Iklim Global ke-28 (COP28).

Pada 24 Agustus dalam KTT di Afrika Selatan yang juga dihadiri Presiden RI Joko Widodo, BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan), makin inklusif setelah sepakat mengundang Arab Saudi, Iran, Etiopia, Mesir, Argentina dan Uni Emirat Arab, menjadi anggota baru blok ini mulai 1 Januari 2024.

Blok ini mungkin bisa mengimbangi Kelompok G7, mulai geoekonomi sampai geopolitik, termasuk dalam kaitannya dengan status dolar AS sebagai mata uang dunia.

Lalu, pada 10 September, langkah besar juga ditempuh G20 yang tahun ini diketuai India, dengan membuat forum ini menjadi kian inklusif setelah memasukkan Uni Afrika sebagai anggota barunya.

G20 India 2023 juga berikrar membentuk Aliansi Biofuel Global demi keberlanjutan dan energi bersih dunia. Produsen dan konsumen biofuel seperti Brazil, India, dan Amerika Serikat, sepakat bekerja sama memperluas kerja sama dengan semua negara yang berminat mengembangkan energi hijau ini.

Terobosan G20 ini sejalan dengan hasil KTT Perubahan Iklim (COP28) yang untuk pertama kalinya dalam tiga puluh tahun terakhir, merekomendasikan upaya melawan kecanduan pada bahan bakar fosil yang menjadi penyebab utama pemanasan global dan degradasi lingkungan.

COP28 juga merekomendasikan penggunaan energi ramah lingkungan secara lebih luas.

Ikrar itu bisa mendorong terciptanya tata kelola ekonomi dan politik, bahkan gaya hidup global, yang meninggikan energi hijau dan bertanggung jawab secara lingkungan, serta meninggalkan ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Terobosan perdamaian juga terjadi pada tingkat bilateral, terutama ketika Iran dan Arab Saudi yang sebelum ini berebut pengaruh di Timur Tengah sampai secara terselubung berperang di Suriah, Yaman, dan Irak, sepakat menormalisasi hubungan diplomatik.

Di bawah mediasi China pada Maret lalu, pemerintah Riyadh dan Teheran sepakat merajut kembali hubungan diplomatik yang sempat rusak akibat persaingan politik dan ideologis.

Peredaan ketegangan ini turut memuluskan perdamaian di beberapa kawasan, termasuk antara Saudi dan Houthi di Yaman yang membuat Yaman berhenti berperang satu sama lain.

Sementara di Asia Tenggara, Indonesia mengakhiri keketuaan ASEAN dengan menelurkan deklarasi yang menekankan sentralitas ASEAN dalam melihat dan menyikapi semua persoalan kawasan. Ini bisa menjadi langkah lebih jauh dalam mengintegrasikan ASEAN.

Dengan kerja sama sepanjang tahun ini, walau perang berkecamuk di mana-mana, dunia seharusnya menyongsong 2024 dengan optimisme untuk tetap adanya kerja sama dan perdamaian yang lebih luas. Optimisme ini semestinya tetap hadir di tengah peristiwa-peristiwa politik besar di AS dan Rusia tahun depan ketika Presiden Joe Biden dan Presiden Vladimir Putin masing-masing menghadapi pemilu, yang bisa mendorong dunia ke arah melawan kerja sama global.

Mari berharap perubahan-perubahan itu mendekatkan lagi dunia kepada perdamaian dan kerja sama, baik bilateral maupun internasional. Cukup 2023 saja yang menjadi tahun penuh konflik.

Copyright © ANTARA 2023