masa Pemilu 2024 belum memberikan dampak signifikan bagi sebagian besar pelaku UMKM bidang usaha konveksi dan sablon
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menyebutkan adanya tren kampanye menjelang Pemilu 2024 secara daring dengan memanfaatkan media sosial, buzzer atau influencer menjadi salah satu alasan pendapatan UMKM yang menjual atribut kampanye turun selama periode kampanye.

“Tadinya kan tidak 'online' dan offline, itu sangat berpengaruh sekali. Bukan karena (tidak suka bagi-bagi kaos) gitu karena harga (kampanye online) lebih murah saja,” kata Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius saat konferensi pers di Kantor KemenKopUKM Jakarta, Senin.

Yulius menyampaikan Pemilu 2024 sudah memasuki tahap kampanye sejak 27 November 2023.

Para pelaku UMKM pun terutama yang bergerak di bidang konveksi dan sablon yang memproduksi atau menjual alat peraga kampanye seperti baliho, kaos/kemeja/jaket, topi dan lain-lain, berharap bahwa pesta demokrasi tersebut akan memberikan dampak positif terhadap usahanya.

“Namun agak berbeda situasinya dengan masa kampanye saat ini, dari catatan kami di lapangan menunjukkan bahwa masa Pemilu 2024 belum memberikan dampak signifikan bagi sebagian besar pelaku UMKM bidang usaha konveksi dan sablon yang memproduksi dan menjual produk atau alat peraga kampanye,” ucapnya.

Baca juga: Teten sebut target pemulihan ekonomi dan transformasi UMKM tercapai

Baca juga: Pemerintah perkuat UMKM lewat promosi di infrastruktur publik


Sepinya pendapatan pelaku UMKM pada masa kampanye Pemilu 2024 tersebut, lanjutnya, didasarkan pada hasil wawancara dengan 15 pelaku UMKM di area Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen.

Sejumlah pedagang mengaku penjualan produk untuk kampanye pada periode pemilu sebelumnya yakni pada tahun 2019 dirasakan lebih baik dibandingkan pemilu tahun ini. Dinilai terdapat penurunan penjualan produk untuk kampanye cukup drastis sekitar 40-90 persen.

Selain karena tren kampanye pemilu yang beralih menggunakan cara daring, kemungkinan penurunan penjualan juga disebabkan oleh sejumlah faktor lain.

Di antaranya, partai politik peserta pemilu sudah memesan produk untuk kampanye melalui pelaku usaha mitra dari partai. Kemudian, jangka waktu pemilu yang lebih singkat yakni hanya 2,5 bulan. Padahal pada periode sebelumnya masa kampanye pemilu adalah 6 bulan.

Lalu, harga penjualan produk untuk kampanye secara daring lebih murah hingga peserta pemilu lebih memilih untuk membagikan sembako/tunai dibandingkan membagikan kaos.

Mencermati situasi tersebut, kata Yulius, pemerintah berupaya menjembatani agar masa kampanye tahun ini bisa memberikan dampak positif bagi pelaku UMKM.

Salah satunya mendorong partai politik/calon legislatif yang memiliki ruang lingkup bisnis produk untuk kampanye agar dapat melibatkan pelaku UMKM dalam rantai pasok bisnisnya.

“Seharusnya masa kampanye dan tahun politik ini bisa meningkatkan secara signifikan ekonomi pelaku UMKM. Partai politik, para caleg (Calon Legislatif), dan tim sukses Pilpres memanfaatkan produk-produk UMKM dalam proses kampanye. Secara nyata memberikan keberpihakan kepada UMKM dan juga akan membantu promosi dan meningkatkan penjualan UMKM sehingga membantu keberlangsungan UMKM,” tutur Yulius.

Baca juga: Kemenkop UKM menegaskan urgensi lembaga pengayom jaga likuiditas KSP

Baca juga: KemenKopUKM gandeng IAI perkuat standar pelaporan keuangan KUMKM


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024