"Bila serius membangun budaya kepolisian yang beradab dan humanis, penegakan aturan internal harus konsisten dan tegas dilakukan,"
Jakarta (ANTARA) -
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan Polri harus melakukan penegakan aturan internal secara konsisten dan tegas bila ingin membangun budaya kepolisian yang beradab dan humanis.

 
 
"Bila serius membangun budaya kepolisian yang beradab dan humanis, penegakan aturan internal harus konsisten dan tegas dilakukan," kata Bambang kepada wartawan dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

 
 
Hal ini disampaikan Bambang terkait penangkapan artis Saipul Jamil oleh oknum anggota Unit Narkoba Polsek Tambora, Polres Metro Jakarta Barat yang menuai konflik karena diduga melanggar SOP.

 
 
Oknum anggota Unit Narkoba Polsek Tambora tersebut kini dibebastugaskan dalam rangka pemeriksaan dari Propam Polres Metro Jakarta Barat.

 
 
Menurut Bambang, sanksi yang diberikan kepada oknum tersebut tidak akan memberikan pelajaran bagi atasannya. Karena, mereka yang menangkap Saipul Jamil pasti ada perintah dari atasannya.

 
 
"Kalau yang diberi sanksi hanya yang di level paling bawah, tak akan memberi pelajaran bagi atasannya," katanya.

 
 
Bambang menerangkan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kepolisian adalah melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Sehingga penegakan hukum itu hanya alat untuk melindungi masyarakat.

 
 
Dalam konteks penangkapan seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum, lanjut Bambang, substansi sebuah penangkapan adalah “mengamankan” seseorang dalam upaya penyelidikan sebuah pelanggaran hukum, bukan menghukum seseorang.

 
 
Maka dari itu, kata dia, penangkapan harus disiplin SOP, dan tetap lebih mengedepankan azas praduga tak bersalah. Sebagai aparat negara, polisi profesional tentu memiliki aturan yang lebih mengedepankan pelayanan warga dengan cara-cara terukur dan humanis.

 
 
"Bukan dengan cara-cara kasar melalui kekerasan layaknya preman jalanan," kata Bambang memaparkan.

 
 
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, saat melakukan penangkapan, personel kepolisian harus menunjukkan identitasnya secara resmi, secara sopan dan menyampaikan hak-hak terduga pelaku pelanggaran hukum.

 
 
Atas kejadian penangkapan Saipul Jamil yang diduga melanggar SOP tersebut, Bambang menyebut harus ada evaluasi prosedur penangkapan, sekaligus sanksi yang tegas untuk personel maupun atasan personel dua tingkat ke atas sesuai Perkapolri 2/2002 tentang Waskat (pengawasan melekat).

 
 
"Logikanya, pelaksana operasi penangkapan tentu harus sudah diberi ijin oleh atasan yang bersangkutan," katanya.

 
 
Oleh karena itu, hanya memberi sanksi pada personel pelaksana di lapangan, hanya akan menurunkan semangat dan moralitas anggota.

 
 
"Dan tidak memberi efek jera bagi pemberi perintah," kata Bambang menegaskan.

 
 
Mantan jurnalis itu menambahkan, ⁠kasus kekerasan aparat kepada terduga pelaku pelanggaran memang jamak terjadi, dan tentu tidak bisa dibenarkan. Untuk itu, penegakan aturan internal Polri harus konsisten dan tegas dilakukan.

 
 
Selain itu, Bambang juga menyoroti alasan Kapolrestro Jakarta Barat yang mengatakan bahwa pelaku kekerasan dalam insiden penangkapan Saipul Jamil bukan anggotanya tentu tidak bisa dibenarkan, dan sekedar upaya lepas tanggung jawab.

 
 
"Karena dalam sebuah operasi kepolisian tentunya harus ada pihak-pihak yang bertanggung tentang keamanan dan keselamatan terduga pelanggar," kata Bambang.

 
 
Artis Saipul Jamil yang ditangkap polisi di dekat Halte TransJakarta Jelambar, Jakarta Barat pada Jumat (5/1) sore dinyatakan negatif mengonsumsi narkoba kendati asistennya positif menggunakan narkotika.

 
 
Saipul Jamil lantas dibebaskan oleh polisi Sabtu (6/1), setelah hasil tes urine dinyatakan negatif.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024