Jakarta (ANTARA News) - Para terdakwa kasus penembakan terhadap tiga karyawan PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, memilih untuk ditembak di tempat daripada disidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Saat Ketua Majelis Hakim Andriani Nurdin memanggil salah satu terdakwa, Antonius Wamang, untuk maju ke kursi terdakwa, di PN Jakarta Pusat, Selasa, untuk mendengarkan eksepsi dari kuasa hukumnya, Antonius hanya terdiam. Antonius harus dipaksa oleh empat petugas Kepolisian untuk beranjak dari kursi pengunjung ke kursi terdakwa. Saat ia berhasil digiring ke kursi terdakwa, Antonius langsung berdiri kembali dan menuju kursi pengunjung sambil mengatakan ingin disidangkan di PN Timika, Papua. Majelis Hakim akhirnya meminta bantuan penasehat hukum para terdakwa, Johnson Pandjaitan, untuk memberi pengertian kepada mereka agar mau mengikuti persidangan. Namun, setelah Johnson berbicara kepada mereka, ketujuh terdakwa itu tetap menolak untuk mengikuti persidangan. Bahkan, salah satu terdakwa, Pendeta Ishak Onawame, mengatakan lebih baik ia mati ditembak di tempat daripada harus disidangkan di PN Jakarta Pusat. "Kami keberatan untuk disidangkan di sini. Kami lebih baik ditembak saja di sini, silakan, kami siap ditembak. Kami siap apa pun," katanya. Ia juga mengatakan merasa tertipu sehingga akhirnya bisa dibawa oleh petugas dari Timika, Papua ke Jakarta. Ishak mengatakan, karena penangkapan dan perkara mereka terjadi di Papua, maka sudah seharusnya apabila mereka disidangkan di PN Timika. "Kami bukan menolak sidang. Kami hanya minta agar sidang ini dipindah ke Timika, sesuai hukum yang berlaku di negeri ini," ujarnya. Karena Johnson juga belum berhasil membujuk para terdakwa, akhirnya Majelis Hakim menskors sidang selama 30 menit untuk memberi kesempatan kepada kuasa hukum terdakwa dari Persatuan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) untuk berbicara kepada tujuh terdakwa agar mereka mau mengikuti persidangan. Sekitar 30 anggota Brimob yang membawa mereka dari dari Rutan Mabes Polri ke PN Jakarta Pusat juga mengalami kesulitan karena tujuh terdakwa itu bersikeras tidak mau diberangkatkan ke PN Jakarta Pusat. Menurut salah satu anggota Brimob, mereka bahkan tidur di lantai dan akhirnya harus diangkut paksa. Tujuh terdakwa itu hanya mengenakan pakaian seadanya, mengenakan kaus dan bercelana pendek tanpa alas kaki, saat hadir PN Jakarta Pusat. Dengan tangan terborgol dan kawalan ketat dari anggota Brimob yang bersenjata laras panjang, tujuh terdakwa itu digiring dari mobil tahanan menuju ruang sidang utama di lantai dua PN Jakarta Pusat. Dakwaan terhadap tujuh terdakwa telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anita Asterida pada Selasa, 18 Juli 2006 lalu. Ketujuh terdakwa, Antonius Wamang (30), Agustinus Anggaibak alias Agus (23), Yulianus Deikme alias Peli (26), Pdt Ishak Onawame (54), Esau Onawame (23), Hardi Sugumol (34), dan Yairus Kiwak alias Kibak (52), telah dua kali menolak untuk datang ke persidangan sehingga akhirnya pada persidangan 11 Juli 2006 Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk menghadirkan para terdakwa secara paksa pada persidangan Selasa, 18 Juli 2006. Antonius Wamang disidangkan dalam berkas perkara terpisah dengan enam terdakwa lainnya. Mereka dijerat dengan Pasal 340 jo 55 ayat satu kesatu KUHP yang ancaman maksimalnya hukuman mati dan paling ringan penjara 20 tahun pada dakwaan kesatu primer karena didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap tiga pegawai PT Freeport Indonesia, yaitu dua warga negara Amerika Serikat, Ricky Lynn Spier, Edwin Leon Burgon dan satu WNI FX Bambang Riwanto pada 31 Agustus 2002 di Timika.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006