untuk perwujudan satu kalender Islam global itu memerlukan waktu
Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha 1445 Hijriah yang diumumkan lebih awal oleh Muhammadiyah tidak memunculkan polemik.

"Agar tidak lagi menjadi diskusi apalagi polemik, kok Muhammadiyah mendahului, karena tidak ada yang kami dahului dan sebaliknya juga tidak ada yang kami tinggalkan," kata Haedar saat konferensi pers terkait "Maklumat Hasil Hisab Awal Ramadhan" di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Kota Yogyakarta, Sabtu.

Berdasarkan hasil "hisab hakiki wujudul hilal" yang dipedomani Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, awal Ramadhan atau Bulan Puasa jatuh pada Senin, 11 Maret 2024, Idul Fitri jatuh pada Rabu, 10 April 2024, dan Idul Adha jatuh pada Senin, 17 Juni 2024.

Menurut Haedar, pengumuman atau maklumat yang dikeluarkan Muhammadiyah tersebut hal wajar sebagaimana organisasi Islam lain atau negara mengeluarkan kalender hijriah maupun masehi yang berisi tanggal, bulan, yang beririsan dengan kegiatan ritual ibadah, serta kegiatan publik, baik di tingkat nasional maupun global.

"Jadi maklumat atau pengumuman Muhammadiyah ini maklumat yang normal terjadi dan dilakukan karena kami menggunakan hisab dengan metode khusus 'hisab hakiki wujudul hilal'," jelas dia.

Baca juga: Muhammadiyah tetapkan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada 11 Maret
Baca juga: Ketum PP Muhammadiyah minta peserta pemilu wujudkan pemilu bermartabat


Haedar juga berpesan agar perbedaan maupun persamaan dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, maupun Idul Adha 1445 Hijriah tidak membuat umat IsIam saling menghujat dan menyalahkan.

"Baik kesamaan maupun perbedaan itu harus sudah menjadikan kaum Muslim untuk terbiasa toleran, 'tasamuh' , bahkan 'tanawu'. Tanawu itu perbedaan cara dalam hal menjalankan ibadah termasuk memulai bulan-bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah," kata dia.

Baik ada kesamaan maupun perbedaan, Haedar berharap jangan sampai mengusik ibadah puasa Ramadhan, Idul Fitri maupun Idul Adha sehingga melahirkan penghayatan dan pengamalan yang lebih baik.

"Jadi kalau berbeda ya tidak perlu ribut, termasuk di media sosial. Apalagi saling menghujat dan saling menyalahkan yang membuat malah nanti nilai ibadahnya jadi berkurang," ujar dia.

Agar ada kesamaan, Haedar menuturkan Muhammadiyah selama ini secara terbuka, demokratis dan argumentatif telah memberikan solusi yakni disusunnya dan diterimanya Kalender Global Internasional atau Kalender Islam Unifikasi yang masih memerlukan proses.

"Sebenarnya ini telah dimulai waktu ada pertemuan antarorganisasi dan negara Islam di Turki tahun 2016. Tetapi untuk perwujudan satu kalender Islam global itu memerlukan waktu, sehingga kalau memiliki satu kalender global itu seperti juga kalender Miladiyah (Masehi) tidak lagi ada perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi ada kegiatan yang bersifat membuat kita menjadi berbeda di dalam penentuan," ujar dia.

Baca juga: Perbedaan Lebaran di Zaman Digital
Baca juga: Peneliti BRIN ungkap alasan perbedaan awal Ramadhan dan Lebaran
Baca juga: Hidayat Nur Wahid: Perbedaan awal Ramadhan momentum penguat toleransi

 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024