Ketidakpahaman para ibu terkait konsumsi protein hewani sebagai MPASI salah satunya diakibatkan oleh kebingungan dalam memahami takaran-takaran protein tertentu yang dibutuhkan oleh bayi sesuai usianya
Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Anak, dr I Gusti Ayu Nyoman Partiwi mengatakan strategi khusus diperlukan dalam menyiasati pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI) yang belum dilaksanakan oleh seluruh ibu.

Tiwi, sapaan akrabnya, mengemukakan strategi khusus penting untuk dilakukan, karena ia mendapati sejumlah ibu yang memiliki anak bayi berusia 6-23 tahun belum memahami secara rinci terkait pemberian MPASI, dan hanya memberikan pisang sebagai makanan pendamping.

"Padahal kalau memberikan ASI, paling mereka 100 persen harus mencari di MPASI adalah sumber zat besi, sumber zinc, yang dua-duanya ada di protein hewani. Jadi ini yang kita harus terus sosialisasikan ke masyarakat," katanya dalam diskusi tentang MPASI dalam memperingati Hari Gizi Nasional yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Selain penggunaan pisang dan buah-buahan lainnya, Tiwi mengemukakan banyak ibu yang beranggapan bahwa sumber karbohidrat seperti nasi, bubur, dan buah-buahan adalah sama, asalkan bayi tersebut mendapatkan asupan.

Menurutnya, ketidakpahaman para ibu terkait konsumsi protein hewani sebagai MPASI salah satunya diakibatkan oleh kebingungan dalam memahami takaran-takaran protein tertentu yang dibutuhkan oleh bayi sesuai usianya. Untuk itu, strategi khusus diperlukan agar para ibu memberikan MPASI sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

Baca juga: Kemenkes kemukakan empat syarat pemberian MPASI sesuai rekomendasi WHO

Baca juga: Penuhi tiga komponen nutrisi ini pada bayi usia 6-12 bulan


"Tentu saja kalau kita hitung secara kalori itu tidak sama, tetapi mudahnya untuk menaikkan perhatian masyarakat terhadap pentingnya protein hewani mudahnya seperti itu. Di piring itu, bubur atau nasi sama lauknya itu sama rasionya," papar Tiwi.

"Daripada kita jelaskan 30 gram protein hewani untuk (usia) 6 bulan, 50 gram protein hewani untuk 7 bulan, itu mereka agak sulit. Tetapi yang jelas kita juga bisa melakukan asumsi bahwa protein hewani untuk 6 bulan itu kira-kira sebesar satu telapak tangan bayi misalnya, yang saya makan itu 15 gram. Nanti dua minggu lagi jadi dua telapak tangan bayi," sambungnya.

Adapun terkait penggunaan protein hewani dibandingkan dengan protein nabati, ia menjelaskan protein hewani merupakan protein yang dibutuhkan oleh bayi, serta lebih mudah dicerna oleh tubuh bayi dibandingkan dengan protein nabati.

Tiwi menerangkan konsumsi protein hewani pada bayi tidak harus berupa daging atau ikan, karena tidak semua kalangan masyarakat dapat menjangkaunya. Ia menyebut telur ayam bisa menjadi salah satu sumber protein hewani yang baik bagi bayi.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Tim Kerja Standar Kecukupan Gizi dan Mutu Pelayanan Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak (KIA), Kemenkes RI Mahmud Fauzi mengemukakan telur merupakan salah satu bahan makanan lokal yang dianjurkan oleh pemerintah dalam MPASI.

"Nah, MPASI ini juga diharapkan berasal dari makanan lokal setempat. Seperti tadi, yang kadang-kadang orang berpikir protein hewani itu mahal, padahal sebetulnya bisa, minimal (satu butir) telur. Tetapi di daerah-daerah Indonesia bagian tengah dan timur mungkin di sana banyak ikan ya, ikannya tidak harus dijual malah seharusnya dikonsumsi buat anak-anaknya," tutur Fauzi.

Untuk itu, dalam memperingati Hari Gizi Nasional, Kemenkes mengajak seluruh masyarakat Indonesia, terutama para ibu yang memiliki bayi, untuk bisa memberikan MPASI yang berkualitas, beragam, dan kaya protein hewani untuk masa depan generasi penerus bangsa.

Baca juga: Kemenkes tingkatkan kompetensi 1.142 kader posyandu siapkan MPASI

Baca juga: Pengenalan aneka ragam makanan untuk penuhi gizi seimbang saat MPASI

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024