Dua kali saya impor kedelai, tapi begitu sampai Tanjung Priok, terkena dumping. Saya bangkrut dan kapok melawan mereka,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo punya pengalaman pahit ketika berhadapan dengan importir kedelai atau kartel kedelai karena mereka pintar memainkan harga kedelai mulai dari asal negara kedelai hingga tiba di Indonesia.

Pengalaman pahit itu ketika dirinya ikut bermain dengan mengimpor kedelai, Bukan untung yang didapat, malah dirinya buntung karena "dikerjai" oleh importir yang lebih dulu bermain.

"Dua kali saya impor kedelai, tapi begitu sampai Tanjung Priok, terkena dumping. Saya bangkrut dan kapok melawan mereka," tutur Firman disela-sela rapat dengan Kepala Bulog di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Lalu siapa "mereka" itu, politisi Golkar itu menyebutkan, baginya, mereka itu ibarat seorang pesilat tangguh dan sulit dikalahkan. Saat ini, sambung Ketua Bappilu Partai Golkar itu, ada enam kartel atau pengimpor kedelei.

"Istilah saya, mereka itu "enam pesilat". Sangat kuat dan tangguh sekali. Itulah kartel kedelai yang saat ini menguasai kedelai di tanah air. Mereka siap mematahkan siapapun yang menghalangi upaya mereka," ungkap Firman tanpa menyebut enam kartel kedelai tersebut.

Di sisi lain, ditengah upaya meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dengan berbagai cara dan upaya, tapi Kementerian Perdagangan malah memberi angin segar kepada kartel tersebut dengan membuka kran impor selebar-lebarnya.

"Ketika pengusaha tahu dan tempe membuang tempe tahu dan disorot televisi karena harga kedelai tinggi dan tak terjangkau lagi, Menteri Perdagangan justru memperparah keadaan dengan memberikan karpet merah kepada importir kedelai. Ini kan sangat bertentangan dengan upaya kita, khususnya Komisi IV DPR RI," pungkas Firman.
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013