Jakarta (ANTARA News) - Seluruh Fraksi Komisi VI DPR-RI menolak pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 5 BUMN dengan total nilai Rp5,75 triliun pada APBN-P 2013 karena dinilai tidak sesuai dengan prosedur dan melanggar Peraturan Perundang-undangan.

Penolakan pemberian PMN diputuskan dalam Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan, di Gedung MPR DPR, Jakarta, Selasa.

"Komisi VI tetap menolak, jika pemerintah melanjutkannya (PMN) maka kami tidak bertanggungjawab jika dikemudian hari terjadi masalah soal pencairan dana APBN," kata Wakil Ketua Komisi VI Benny K. Harman.

Dalam Nota Keuangan RAPBN-P 2013, pemerintah telah menetapkan 5 BUMN penerima PMN yaitu PT Hutama Karya, PT Bahana PUI, PT Krakatau Steel, PT Geo Dipa Energi, PT Perusahaan Pengelola Aset.

PT Hutama Karya ditetapkan memperoleh PMN Rp2 triliun, PT Bahana PUI Rp250 miliar, PT Krakatau Steel Rp956,49 miliar, PT Geo Dipa Energi Rp500 miliar.

Penetapan PMN tersebut dinilai ada yang tidak beres dan melanggar ketentuan, karena diusulkan di RAPBN tanpa persetujuan dari Komisi VI.

"Dari 8 Fraksi yang ada, seluruhnya menolak dengan alasan yang hampir sama yaitu melanggar ketentuan," tegas Benny.

Sementara itu, Anggota Komisi VI Lily Asjudireja dari Fraksi Golkar mengatakan, dengan tegas fraksinya menolak pemberian PMN selain menyalahi aturan juga dikhawatirkan menimbulkan preseden buruk.

"Nilai PMN untuk 5 BUMN itu sangat besar, melebihi anggaran pada kasus Hambalang sekitar Rp2 triliun. Fraksi kami tidak ingin terlibat dalam soal PMN yang sudah tidak prosedural," ujar Lili.

Senada dengan Anggota Komisi VI dari Fraksi Hanura, Erik Satrya Wardhana mengatakan Kementerian BUMN tidak pernah mengajukan permintaan PMN ke Komisi VI untuk proses pembahasan tersebut.

"Jadi kami dengan tegas menolak. Jadi ketentuannya harus sesuai dengan UU yang berlaku. Kita harus ada pembahasan yang mendalam," ujarnya.

Senada dengan itu, Nanang Sulaeman dari Fraksi PPP mengatakan, jika pengajuan PMN tersebut tidak dilaksanakan semestinya tentu semua Fraksi mengkhwatirkannya karena akan berdampak pada hukum di kemudian hari.



Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013