Jakarta (ANTARA) - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengakui putusan DKPP terhadap Ketua KPU RI dapat menjadi bahan serangan rival politik ke pasangan calon nomor urut 2 menjelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

Oleh karena itu, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman menjelaskan ke publik putusan DKPP itu tidak membatalkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto.

"Kami mengantisipasi kemungkinan ya masalah ini dikapitalisasi sebagai serangan politik kepada pasangan calon Prabowo-Gibran. Pasti akan ada kaset rusak yang akan diputar berulang-ulang oleh mereka yang takut kalah," kata Habiburokhman kepada wartawan saat dia ditemui di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan putusan DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan enam komisioner lainnya merupakan putusan atas dugaan pelanggaran etik menyangkut persoalan-persoalan teknis.

"Ini lebih merupakan keputusan terkait persoalan teknis yang secara substansi-nya sudah tidak ada masalah," kata Habiburokhman.

Baca juga: Ketua KPU: Saya tak akan mengomentari putusan DKPP

Baca juga: Terkait putusan DKPP, TKN: Itu tak penting 

Baca juga: Pakar sebut putusan DKPP tidak pengaruhi pencalonan Gibran


Terlepas dari itu, dia menyampaikan tim hukum TKN Prabowo-Gibran terus mempelajari putusan DKPP itu demi memastikan dan menjamin tidak ada sangkutan-nya terhadap pencalonan Gibran. "Sikap KPU menerima pendaftaran itu sudah sesuai konstitusi, sehingga sebenarnya secara hukum tidak ada masalah dengan pencalonan Gibran sebagai cawapres," ujar Habiburokhman.

DKPP pada sidang di Jakarta, Senin, memutuskan Ketua KPU RI beserta enam komisioner lainnya melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024.

Ketua DKPP Heddy Lugito, saat membacakan putusan, juga menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU RI berupa peringatan keras terakhir.

Terkait putusan itu, TKN menyebut DKPP hanya mempersoalkan kelalaian teknis dari KPU. "Komisioner KPU diberikan sanksi karena dianggap melakukan kesalahan teknis, bukan pelanggaran yang substantif," ucap kata Habiburokhman.

Menurut dia, persoalan yang substantif ada di atas urusan formil yang di antaranya menyangkut teknis-teknis pendaftaran.

"Ada yang namanya substansi itu di atas formalitas. Substansi-nya secara konstitusi mas Gibran sudah memenuhi syarat sehingga itu yang jadi pedoman KPU untuk menerima pendaftaran saat itu," tutur dia.

Wakil Ketua TKN itu lanjut menjelaskan situasinya saat Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi nomor 90/PUU-XXI/202 tentang syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, KPU tak dapat langsung berkonsultasi dengan DPR RI untuk membahas revisi aturan teknis KPU (PKPU) terkait persyaratan capres-cawapres.

Putusan MK itu kemudian menjadi dasar Gibran dapat mendaftar sebagai cawapres, meskipun usianya saat itu belum 40 tahun.

"Bisa dipahami pada saat itu KPU tidak bisa berkoordinasi dengan DPR. Orang DPR enggak ada, sedang ada di dapil (daerah pemilihan, red.) masing-masing. PKPU terkait syarat pendaftaran pada akhirnya diubah dan memang sudah disepakati oleh Komisi ll DPR," kata Habiburokhman.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024