Pangkalpinang (ANTARA News) - Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Bangka Belitung, Ratno Budi, menyatakan sekitar 50 persen terumbu karang provinsi itu telah rusak karena aktivitas penambangan timah.

"Sedimentasi lumpur yang berasal dari aktivitas penambangan timah di laut Bangka Belitung mengakibatkan terumbu karang mati," katanya di Pangkalpinang, Sabtu.

Ia menjelaskan, kerusakan ini karena terumbu karang tertutup lumpur terkait kegiatan kapal isap dan tambang inkonvensional (TI) apung yang terus menyedot timah di wilayah perairan.

"Saat ini, sebanyak 30 titik tambang beroperasi di wilayah perairan Pulau Bangka dan Belitung dan diperparah pengeboman ikan di perairan kedua pulau tersebut, sehingga tingkat kerusakan terumbu karang dan pencemaran di laut tersebut semakin tinggi," ujarnya.

Menurut dia, apapun jenis penambangan yang dilakukan segelintir orang, tidak akan menjadi jawaban untuk mensejahterakan masyarakat.

"Saat ini, banyak masyarakat terutama yang mengandalkan pertanian dan nelayan yang menjadi korban karena hasil tangkapan semakin berkurang dan lahan pertanian semakin sulit karena penambangan timah," ujarnya.

Ia mengatakan, saat ini di kawasan darat masyarakat tak dapat lagi membuka lahan perkebunan setelah lahan - lahannya dihantam mesin TI dan penambangan berskala besar.

Sementara di kawasan laut, masyarakat nelayan pun terus menerus mengeluhkan tangkapannya yang berkurang, lantaran pengaruh limbah tambang.

Sementara dana kompensasi yang diberikan pengusaha tak akan mampu menutupi kebutuhan masyarakat untuk menghadapi masa setelah tambang tersebut.

Untuk itu, kata dia, pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya untuk memperhatikan kondisi perairan laut dan darat agar tidak merugikan dan menyulitkan warga untuk meningkatkan kesejahteraannya.

"Kami berharap pemerintah bijaksana terhadap kondisi lingkungan ini yang sudah rusak parah akibat ulah orang-orang tertentu untuk memperkaya diri tanpa mempedulikan warga di daerah itu," ujarnya.

Pewarta: Aprionis
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013