Tapi kami di Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, melihat bahwa satu nyawa saja meninggal buat kami sudah terlalu banyak.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebutkan, 63 persen dari 398.155 anggota KPPS yang punya risiko kesehatan, atau sekitar 250 ribu orang, memiliki hipertensi.

Ghufron menjelaskan, 86,4 persen dari 7,9 juta anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), atau 6.825.951 orang, telah melakukan skrining kesehatan.

"Dari skrining tadi, tadi sudah disampaikan, yaitu ada 398.155 yang berisiko penyakit, atau 5,83 persen," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Adapun dari kelompok orang dengan risiko tersebut, sebanyak 26 persen punya masalah jantung koroner, 8 persen punya gagal ginjal kronis, dan 3 persen punya diabetes melitus.

Baca juga: KPU: Penyelenggara "ad hoc" yang meninggal mencapai 71 orang

Baca juga: Pj Bupati Garut: Petugas KPPS yang meninggal dapat santunan


Ghufron mengatakan, skrining kesehatan merupakan salah satu langkah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bersama Kementerian Kesehatan dalam upaya kesehatan promotif dan preventif bagi para petugas pemilu.

Kemudian, ujarnya, skrining pun ditindaklanjuti dengan berbagai macam antisipasi, antara lain para petugas kesehatan disiagakan untuk memonitor serta menyediakan hal-hal yang diperlukan guna kesehatan para petugas pemilu itu.

Menurutnya, skrining sebagai upaya promotif dan preventif yang disertai oleh terapi sudah bagus, namun, dia menilai, skrining akan lebih baik apabila dilakukan terlebih dahulu, sebelum orang yang mendaftar diterima menjadi petugas.

Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada 84 orang petugas pemilu yang meninggal per 18 Februari, terdiri dari 71 petugas lapangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta 13 anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Angka tersebut, ujarnya, merupakan 16 persen dari angka kematian di Pemilu 2019, yang mencapai lebih dari 500.

Menurutnya, penurunan tersebut sangat drastis.

"Tapi kami di Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, melihat bahwa satu nyawa saja meninggal buat kami sudah terlalu banyak, karena ada banyak masyarakat yang berduka," ujar Budi.

Oleh karena itu, ujarnya, mereka senantiasa memikirkan cara untuk terus menekan angka kematian tersebut agar terus turun, termasuk di pesta demokrasi selanjutnya di 2029. Salah satunya, kata dia, adalah dengan menyempurnakan sistem skrining.*

Baca juga: KPU Sigi: Petugas ad hoc meninggal dunia menjadi dua orang

Baca juga: KPU Bali siapkan santunan petugas meninggal dan sakit

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024