Lanzhou (ANTARA) - Mengawali perjalanan yang menakjubkan, para pengunjung mengenakan kacamata realitas virtual (virtual reality/VR) yang membawa mereka kembali ke benteng militer yang ramai di sepanjang Tembok Besar Dinasti Ming (1368-1644), dengan pemandangan jalan, kamp militer, dan rumah-rumah pertanian yang terpampang begitu nyata.

Di Provinsi Gansu, China, sebuah tim ahli teknologi memanfaatkan teknologi digital untuk merekonstruksi bagian-bagian dari Tembok Besar yang berusia lebih dari 400 tahun, untuk menampilkan dan mengungkap nilai budaya dari Situs Warisan Dunia UNESCO ini.

Tembok Besar, yang menjadi simbol China, terdiri dari banyak tembok yang saling terhubung, beberapa di antaranya berusia 2.000 tahun.

Bagian-bagian yang ada memiliki panjang total melebihi 21.000 kilometer, dengan Gansu menyumbang hampir seperlima dari keseluruhan panjang struktur ikonik tersebut.

Manajer proyek rekonstruksi digital cerdas Silk Road Infoport Co., Ltd. Wang Yuou mengatakan dengan menggunakan teks kuno, investigasi di lapangan, dan teknologi digital, tim teknis dari perusahaan itu berhasil merestorasi tiga benteng militer penting di sepanjang Tembok Besar bagian Gansu.

Meluas hingga ke luar wilayah Tembok Besar, tim tersebut menerapkan keahlian digital mereka untuk merestorasi reruntuhan Nanzuo, sebuah situs arkeologi penting yang memberikan informasi mengenai peradaban awal China.

Istana utama di situs Nanzuo, yang meliputi area dalam ruangan seluas 630 meter persegi dan berusia sekitar 5.000 tahun, dianggap oleh komunitas arkeologi sebagai struktur dalam ruangan tunggal terbesar pada masanya di China.

Para ahli mengumpulkan, menganalisis, dan mengodekan informasi, seperti dokumen, gambar, dan video yang berhubungan dengan reruntuhan Nanzuo. Basis data informasi parameter multidimensi membantu mendapatkan presentasi panorama untuk restorasi warisan budaya tersebut.

"Teknologi digital dapat membantu kami membangun model untuk istana kuno dan mewujudkannya," ungkapnya.

Ke depannya, tim Wang bercita-cita untuk merekam seluruh siklus kehidupan artefak digital tersebut.

"Dengan mengintegrasikan berbagai parameter informasi seperti konteks sejarah dan detail spasial, ditambah dengan dukungan algoritma cerdas, kami ingin menciptakan kembali peninggalan tersebut secara akurat dalam periode yang berbeda," ujarnya.


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2024