Penerapan kebijakan ini perlu secara menyeluruh dan berlaku di semua lingkungan pondok pesantren.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perempuan Bangsa Siti Mukaromah menyayangkan terjadinya lagi kasus kekerasan di dunia pendidikan yang menimpa seorang santri berinisial BM (14) di Kediri, Jawa Timur.

Perempuan Bangsa merupakan organisasi sayap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat, ​​​​Siti Mukaromah mengungkapkan bahwa  hal tersebut adalah kejadian yang berulang dan bisa menjadi fenomena gunung es bahwa yang muncul di permukaan jumlahnya lebih sedikit daripada yang terjadi di lapangan.
 
Dengan demikian, kata dia,  kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan perlu penanganan lebih serius. Tidak hanya tindakan terhadap pelaku, tetapi juga tindakan preventif agar hal ini tidak terjadi di kemudian hari.
 
Pemberitaan sebelumnya menyebutkan kekerasan berujung maut menimpa BM yang sedang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren PPTQ Al-Hanifiyyah, Mojo, Kediri. Korban diduga meninggal dunia setelah dianiaya oleh senior-seniornya.
 
Siti mengatakan bahwa pihak pondok pesantren harus terbuka terhadap pengungkapan kasus tersebut dan tidak boleh menutup-nutupi kejadian sebenarnya.
 
Sementara itu, dari sisi kebijakan, dia menyebut perlu adanya sistem perbaikan terhadap perlindungan dan pembinaan pondok pesantren.
 
"Penerapan kebijakan ini perlu secara menyeluruh dan berlaku di semua lingkungan pondok pesantren," ujarnya.

Baca juga: LPSK sebut pengusutan kasus kekerasan seksual di ponpes berkat sinergi
Baca juga: Kemen PPPA kawal proses hukum kasus kekerasan seksual di ponpes Jember
 
Selain itu, lanjut Siti, hal yang tidak kalah penting adalah peran orang tua yang bisa melakukan komunikasi secara terbuka dengan anak-anaknya meski sedang berada di pondok pesantren.
 
Ditekankan pula bahwa pendidikan dapat diserahkan sepenuhnya kepada pihak lembaga pendidikan seperti pesantren. Namun, orang tua tidak boleh abai dan tetap melakukan pengawalan dengan komunikasi yang terbuka dengan anak.
 
"Jangan abai terhadap pengaduan anak-anak. Apabila ada yang perlu ditelusuri, bisa berkomunikasi lebih dalam dengan anak-anak," katanya.
 
Saat ini ​​​​​​aparat Kepolisian Resor Kediri Kota, Jawa Timur, telah menangkap empat santri yang berkaitan dengan kasus dugaan penganiayaan tersebut.
 
Empat tersangka itu berinisial MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar Bali, dan AK (17) asal Surabaya.
 
Kepolisian menyebut kasus itu berulang-ulang. Diduga terjadi kesalahpahaman di antara anak-anak tersebut sehingga menyebabkan kejadian penganiayaan berulang.

Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024