Jakarta (ANTARA) - Pakar pengasuhan (parenting) Binus University Johana Rosalina menyarankan orang tua agar memiliki pola asuh otoritatif atau pola asuh yang memiliki kehangatan, tetapi juga menghargai tanggapan serta memiliki kontrol dan ketegasan tinggi.

"Mari kita menjadi orang tua yang otoritatif dan demokratis dengan cara membiasakan 'yuk kita bicarakan' pada anak. Jadi orang tua harus responsif, ada timbal balik berupa komunikasi," kata Rosa dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Diskusi "Kelas Orang Tua Bersahaja (Bersahabat dengan Remaja)" diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk memberikan edukasi pada orang tua tentang pola asuh yang benar ketika menghadapi anak usia remaja.

"Ada empat macam pola asuh, indulgent, authoritative, neglectful, dan authoritarian. Kuadran yang paling ideal adalah authoritative, karena punya kehangatan dan tanggapan yang tinggi, serta punya ketegasan dan kontrol yang juga cukup tinggi," ujar Rosa.

Baca juga: Mengenal pola asuh otoritatif yang mampu kembangkan potensi anak

Ia menjelaskan, pola asuh indulgent cenderung memanjakan dan hangat, tetapi tidak ada kontrol pada anak, sedangkan neglectful, yakni orang tua cenderung abai dan tidak ada kontrol, serta dingin pada anak. Kemudian, otoritarian yakni orang tua cenderung terlalu mengontrol, dingin, dan memaksakan kehendak pada anak.

"Kalau boleh saya sarankan, ketiga itu jangan menjadi pola asuh, mari menjadi orang tua yang otoratif, yakni mengakomodasi komunikasi, bertanya apa yang anak rasakan, apa yang anak pikirkan, serta mengkomunikasikan apa yang orang tua pikirkan dan sama-sama mencari titik tengahnya," kata dia.

Ia juga menyarankan orang tua agar tidak abai dan cuek, apalagi otoriter karena akan berdampak negatif dan membuat anak terluka, sehingga nantinya anak akan menjadi pendendam.

Baca juga: Manfaat menerapkan "smart parenting" untuk perkembangan anak

Menurut dia, prinsip dasar membuat remaja bertanggung jawab adalah dengan mengajarkan konsep diri yang positif, cara bertanggung jawab, membantu remaja mandiri dan dapat memecahkan masalahnya sendiri, serta dapat menjadi penengah argumen dengan tenang.

"Cara orang tua bicara pada anak, menjadi inner voice anak, misalnya ketika orang tua bicara dengan nada tinggi maka dalam benak anaknya akan merasa tidak berharga karena orang tuanya hanya marah-marah dan tidak puas pada pencapaian anaknya, sehingga akan membentuk konsep diri anak yang minder, pemalu, dan penakut," tuturnya.

Sebaliknya, lanjut dia, jika orang tua mendukung anak dan memberikan afirmasi positif pada pencapaian mereka, maka akan membentuk anak yang percaya diri dan merasa kagum pada dirinya, sehingga dapat mempengaruhi pencapaian anak di masa mendatang.

Baca juga: Terapkan “authoritative parenting” untuk beri pemahaman remaja

"Jangan mengkritik yang berlebihan dengan membandingkan antaranak, tidak mendengarkan cerita anak, terlalu menggunakan power orangtua, serta terlalu banyak nasihat, mari mengembangkan kesetaraan, bersikap sebagai teman yang selalu mau belajar bersama anak," demikian Johana Rosalina.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024