Jakarta (ANTARA) - Psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) mengatakan bila orang tua menjadi salah satu faktor yang menentukan anak memiliki sifat agresif untuk melakukan perundungan atau bullying kepada orang lain.

“Orang tua diimbau untuk tidak melakukan cara kekerasan di rumah dan dalam penyelesaian masalah karena akan menjadi contoh untuk anak,” kata Samanta saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Samanta menuturkan sifat agresif anak muncul akibat pengaruh proses pembelajaran yang terjadi dalam sebuah permainan yang dimainkan. Misalnya seperti permainan online (daring) yang memiliki tayangan maupun konten kekerasan.

Baca juga: Ayah juga perlu persiapkan diri untuk dampingi ibu menyusui

Baca juga: Pentingnya peran ayah dalam keberhasilan pola asuh anak


Penyebab lainnya adalah kebutuhan kebersamaan, solidaritas dan eksistensi karena anak tergabung dalam suatu kelompok yang melakukan perundungan.

Hanya saja hal tersebut bukan faktor penunjang yang dapat meningkatkan risiko anak melakukan perundungan. Sifat agresif anak lebih dipengaruhi oleh pembicaraan orang-orang di sekitarnya ketika dihadapkan dengan suatu konflik.

“Anak-anak belajar dari mendengarkan cerita orang-orang di sekitarnya, bagaimana mereka menyelesaikan masalah. Anak yang main games tapi mendapatkan panduan dari orang tuanya, mereka tahu batasan dan lebih bisa menahan diri,” ujarnya.

Menurutnya karena seorang anak merupakan peniru yang baik, Samanta mengimbau agar orang tua tidak melakukan kekerasan di rumah dan menunjukkan perilaku yang baik saat menyelesaikan suatu masalah guna memberikan contoh pada anak.

Baca juga: Anak bisa dilatih memilih sejak usia 18 bulan 

Orang tua bisa menggunakan pendekatan conscious parenting, yakni pola pengasuhan dengan penuh berkesadaran, sehingga orang tua menyadari tiap gerak-gerik dan bagaimana cara yang tepat dalam mengarahkan anak melakukan atau memutuskan sesuatu.

Selanjutnya, orang tua harus selalu memenuhi kebutuhan emosional anak dengan kasih sayang dan kelembutan. Berikan pemahaman terkait batasan bermain dengan teman dengan cara bercanda, berkonflik maupun perundungan.

Ia turut meminta agar orang tua bisa aktif berdiskusi dengan pihak sekolah, terutama jika mengetahui adanya kasus perundungan di tengah siswa guna menciptakan sinergi dan kolaborasi yang baik.

“Orang tua perlu menjadi suporter anak dalam proses pemulihan dirinya agar bangkit lagi. Perbaiki self-esteem atau penilaian diri anak, jika diperlukan untuk ke profesional dan mendapatkan bantuan yang tepat untuk meningkatkan self-esteem anak dan kemampuan menyelesaikan masalah yang baik,” katanya.

Terakhir, orang tua perlu berpartisipasi dalam berbagai macam kegiatan anak-anak, dan mengajak anak bertemu dengan berbagai macam karakter orang untuk membuat keterampilan sosialnya jauh lebih baik.

Baca juga: Langkah bangun hobi anak melalui permainan

Baca juga: Anak bisa mulai diajarkan berbagi sejak usia tiga tahun

Baca juga: Pentingnya keluarga ciptakan lingkungan sehat cegah kenakalan remaja


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023