Implementasi Papan Pemantauan Khusus tahap II atau Full Periodic Call Auction merupakan tindak lanjut dari Papan Pemantauan Khusus tahap I atau Hybrid Call Auction yang telah diimplementasikan sejak 12 Juni 2023.
Jakarta (ANTARA) - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengimplementasikan Papan Pemantauan Khusus tahap II atau Full Periodic Call Auction mulai Senin, 25 Maret 2024.

Implementasi ini mengacu pada Peraturan Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus, serta pengumuman nomor Peng-00001/BEI.PB1/03-2024 tanggal 20 Maret 2024.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy dalam Konferensi Pers di Jakarta, Senin, menjelaskan Papan Pemantauan Khusus adalah Papan Pencatatan untuk Perusahaan Tercatat yang memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh BEI.

“Implementasi Papan Pemantauan Khusus tahap II atau Full Periodic Call Auction merupakan tindak lanjut dari Papan Pemantauan Khusus tahap I atau Hybrid Call Auction yang telah diimplementasikan sejak 12 Juni 2023,” ujar Irvan.

Baca juga: BEI terapkan full call auction di Papan Pemantauan Khusus pada 25 Maret

Ia mengatakan, implementasi Papan Pemantauan Khusus bertujuan untuk memberikan segmentasi khusus yang sesuai dengan strategi investasi para investor dan meningkatkan likuiditas saham dengan kondisi tertentu, sebagai upaya meningkatkan perlindungan investor di pasar modal Indonesia.

"Pada implementasi Full Periodic Call Auction, seluruh saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus akan diperdagangkan secara Periodic Call Auction, yang terdiri dari lima sesi Periodic Call Auction dalam satu hari," ujar Irvan.

Irvan menjelaskan, terdapat 11 kriteria saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus, diantaranya:

1. Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction kurang dari Rp51,00.

2. Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer).

3. Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya.

4. Perusahaan tambang minerba yang belum memperoleh pendapatan dari core business hingga tahun buku ke-4 sejak tercatat di Bursa.

5. Memiliki ekuitas negatif pada laporan Keuangan terakhir.

6. Tidak memenuhi persyaratan untuk tetap dapat tercatat di Bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (public float).

7. Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5.000.000,00 dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction.

8. Perusahaan Tercatat dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian.

9. Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material, dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian.

10. Dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.

11. Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan.

Baca juga: Kapitalisasi pasar modal RI capai Rp11.692 triliun per 15 Maret 2024

Dengan implementasi Papan Pemantauan Khusus tahap II, BEI berharap dapat meningkatkan aktivitas transaksi dan pembentukan harga yang lebih baik untuk saham pada Papan Pemantauan Khusus.

“Hal ini juga selaras dengan tujuan meningkatkan perlindungan investor, serta mewujudkan perdagangan yang teratur, wajar, dan efisien,” ujar Irvan.

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024