Moskow (ANTARA) - Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan Inggris dapat menarik diri dari Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) jika langkah itu bisa membantu membendung arus migran yang tidak berdokumen.

Sunak pada acara politik "Never Mind The Ballots" yang ditayangkan media Inggris, The Sun, pada Rabu (3/4) mengatakan bahwa ia percaya semua rencana mengenai migran sudah mematuhi semua kewajiban internasional negaranya, termasuk terkait ECHR. 

“Namun saya percaya bahwa keamanan perbatasan serta upaya untuk memastikan pengendalian migrasi ilegal lebih penting daripada keanggotaan pengadilan asing karena hal ini sangat penting bagi kedaulatan kita sebagai sebuah negara," kata Sunak.

Surat kabar itu juga melaporkan bahwa pernyataan itu sejauh ini merupakan peringatan paling keras bagi "para hakim Strasbourg yang ikut campur” yang memblokir penerbangan deportasi pertama ke Rwanda, Afrika, pada 2022.

Rwanda dan Inggris menandatangani perjanjian migrasi pada 2022. Orang-orang yang diidentifikasi oleh pemerintah Inggris sebagai migran tidak berdokumen atau pencari suaka akan dideportasi ke Rwanda untuk diproses, diberi suaka, dan pemukiman kembali.

Skema itu kemudian menuai kritik dari kalangan organisasi hak asasi manusia serta sejumlah politisi dan pejabat di Inggris.

Penerbangan deportasi pertama seharusnya dilakukan pada Juni 2022 tetapi tidak pernah terjadi karena intervensi ECHR, yang memutuskan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum.

Pemerintah Inggris pun harus menyusun perjanjian baru tahun lalu setelah Mahkamah Agung Inggris memutuskan bahwa skema awal tidak menjamin keselamatan pencari suaka.
 

Sumber: Sputnik

Baca juga: Inggris perkuat perjanjian deportasi migran ilegal dengan Rwanda

Baca juga: PM Sunak: pendatang ilegal di Inggris tidak akan diizinkan tinggal


 

Puluhan migran tewas saat menyeberangi Selat Inggris


 

Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024