Desa di Indonesia ada sekitar 80 ribu lebih. Artinya, (secara) rata-rata, sebenarnya di setiap desa itu sudah ada sekitar 15-16 agen laku pandai
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan ada 1,36 juta agen laku pandai dari 34 bank di 512 dari 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia.

“Desa di Indonesia ada sekitar 80 ribu lebih. Artinya, (secara) rata-rata, sebenarnya di setiap desa itu sudah ada sekitar 15-16 agen laku pandai. Ini jumlah yang sangat besar,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam peluncuran Laporan “State of the agent networks, Indonesia 2023” oleh MicroSave Consulting (MSC) di Pullman Thamrin Hotel Jakarta, Kamis.

Selain itu, total Basic Saving Account (BSA) tercatat sebanyak 27,8 juta dengan dana yang terhimpun mencapai Rp1,4 triliun. Kemudian jumlah penyelenggara kredit yang menggunakan agen sudah mencapai lebih dari 320 ribu dengan nominal penyaluran sebesar lebih dari Rp2 triliun.

“Kenapa kami menyambut baik dan berbangga dengan riset ini? Karena OJK dan kementerian terkait sedang gencar-gencarnya bagaimana kita meningkatkan literasi dan inklusi keuangan,” ucapnya.

Baca juga: OJK kolaborasi dengan lembaga GRC perkuat sektor jasa keuangan

Baca juga: OJK tingkatkan tata kelola industri jasa keuangan


Berdasarkan riset terakhir dari OJK, tingkat literasi keuangan di Indonesia telah mencapai 65 persen dan inklusi keuangan 88 persen. Artinya, ada celah yang cukup jauh antara tingkat literasi dan inklusi keuangan.

Karena itu, diharapkan agen laku pandai sebagai aktor penting yang sudah lama hadir di hampir setiap desa agar dapat mempercepat gerakan mencerdaskan masyarakat dalam menggunakan produk-produk jasa keuangan.

“Tentunya kita tidak ingin masyarakat terinklusi, tetapi tidak berkualitas. Tidak berkualitas itu artinya mereka bisa saja menggunakan produk jasa keuangan dari lembaga yang legal, tetapi mereka belum butuh, belum perlu, lalu disalahgunakan. Apalagi, menggunakan produk jasa keuangan yang tidak dinaungi oleh OJK, yang ilegal,” ungkap Aman Santosa.

Dalam kesempatan tersebut, dia menilai program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang telah terbentuk di 512 kabupaten/kota dapat dikolaborasikan oleh para aktor dari pemerintah daerah dengan agen laku pandai untuk mendorong tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat.

Begitu pula dengan kerja sama yang mungkin bisa dilakukan antara PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) yang satu grup dengan PT Bank Rakyat Indonesia/BRI (Persero) untuk menggunakan agen laku pandai BRILink dalam rangka memperluas akses jasa dan layanan keuangan.

“Jika kita pikirkan, Pegadaian dan PNM jangan-jangan bisa menggunakan agen laku pandai BRILink. Setelah Pegadaian mau kerja sama dengan BUMDes/Badan Usaha Milik Desa (BUMDes dapat menjadi agen Pegadaian), (maka juga bisa bekerja sama) dengan agen laku pandainya BRILink, sehingga ini akan menjadi suatu pasukan yang sangat masif di seluruh wilayah Indonesia,” ujar dia.

Baca juga: OJK soroti pentingnya perlindungan data pribadi dalam “paylater”

Baca juga: LPPI: Perlu aturan soal "paylater" agar kehadirannya tak jadi bumerang


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024