Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais Soeko Werdi Nindito  menyatakan program Navigasi Pasien Kanker (NAPAK) dapat membantu mengatasi kesenjangan pengetahuan dan komunikasi antara pasien dengan tenaga kesehatan.

“Kami berharap dengan pencapaian awal ini, ditambah dengan lebih banyak bukti kontribusi NAPAK dalam perawatan kanker, akan membuka jalan yang jelas menuju penerapan peran NAPAK di lebih banyak rumah sakit dan pengakuan atas kehadiran mereka di jaringan Pusat Kanker Nasional,” kata Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais Soeko Werdi Nindito di Jakarta, Kamis.

Soeko menuturkan semenjak peluncurannya pada tahun 2021, saat ini sudah terdapat 21 navigator yang telah menyelesaikan studi program diploma pasca sarjana di bidang navigasi onkologi setelah melakukan pelatihan di Tata Memorial Centre (TMC) dan Tata Institute of Social Sciences (TISS).

Dalam satu tahun terakhir, mereka dididik dalam perawatan aspek psikososial oleh TISS sekaligus mengikuti pelatihan aspek klinis dengan TMC. Tenaga medis yang tergabung sebagai NAPAK telah melewati fase magang dan membantu pasien secara langsung mulai dari pendaftaran, konsultasi, diagnosis, perencanaan, dan mendampingi saat pasien memulai pengobatan.

Baca juga: Perawat onkologi dibutuhkan guna bantu berikan edukasi pasien kanker

Baca juga: Dukung pasien kanker dengan beri semangat positif dan edukasi diri


“Lebih dari 18.000 kebutuhan pasien ditangani melalui berbagai bagian dari perawatan seperti, manajemen klinis, kebutuhan administrasi, keuangan, dukungan psikososial, rujukan, rehabilitasi dan aksesibilitas sumber daya,” ujar Soeko.

Guna mempertajam kemampuan dan pengetahuan, NAPAK juga terlibat dalam proyek terkait penyakit dengan prevalensi tinggi, yaitu kanker nasofaring, kanker paru, kanker payudara, dan kanker ginekologi dan proyek ini sudah berlangsung di beberapa rumah sakit rujukan kanker di Indonesia.

Profesor Emeritus sekaligus Eks-Direktur Tata Memorial Centre India Dr. Rajendra Badwe, menyoroti bila masalah terbesar yang dihadapi pasien kanker di negara berkembang adalah akses terhadap pengobatan berbasis bukti dan kepatuhan terhadap protokol pengobatan.

Melihat kondisi ini, pihaknya mengembangkan kurikulum komprehensif untuk menutup kesenjangan yang dialami oleh pasien, yaitu KEVAT yang merupakan program paling berhasil dalam memperbaiki kondisi layanan kanker di India.

Di India, peran NAPAK telah terintegrasi dalam sistem layanan rumah sakit. Model pendidikan kolaboratif ini memungkinkan NAPAK belajar melalui model pembelajaran hybrid yang menggabungkan tutorial daring, pelatihan praktik di TMC, dilanjutkan dengan pelatihan praktik di rumah sakit peserta di bawah pengawasan ahli.

“Kami berbagi pengalaman kami dengan Indonesia dan memperluas cakupan KEVAT dengan adanya CPN-Indonesia di bawah payung departemen energi atom, inisiatif kolaborasi internasional Pemerintah India-Vishwam Cancer Care Connect (VCCC) berupaya menuju pengendalian kanker secara global dengan bekerja sama dengan negara lain. Terutama negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs) yang bergulat dengan permasalahan infrastruktur dan sumber daya untuk mengurangi kesenjangan dalam layanan kesehatan,” ujarnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya menanggapi kerja sama tersebut sambil mengatakan bahwa pelayanan perawatan kanker merupakan salah satu prioritas pemerintah dalam transformasi sistem kesehatan di Indonesia.

“Strategi kami adalah dengan mengoptimalkan penyediaan layanan perawatan kanker di 514 kabupaten/kota di Tanah Air, karena itu kami mengapresiasi kemitraan ini untuk membangun peran NAPAK dalam sistem pemberian pelayanan kanker di Indonesia,” ujar Budi.

Baca juga: Menkes minta RS gencarkan deteksi dini cegah kematian akibat kanker

Baca juga: Dharmais: Pengembangan layanan kanker perkuat transformasi kesehatan

Baca juga: ARVI : Deteksi dini kanker maksimalkan kesembuhan


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024