Bangunan cagar budaya tersebut juga ikut merawat ingatan bangsa ini atas perjalanannya di masa lalu.
Jakarta (ANTARA) -
Saat melewati Jalan M.I. Ridwan Rais di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, ada bangunan bernuansa cokelat dengan atap menara runcing, yang tampak menarik perhatian.

Ornamen yang menghias bangunan klasik di kompleks Kantor Pusat PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) tersebut memang unik. Bangunan peninggalan Belanda tersebut dirancang dengan perpaduan antara arsitektur Art Nouveau, Art Deco & Craft, aliran seni yang memiliki gaya dekoratif tumbuhan (flora) yang meliuk-liuk.

Gaya art nouveau jelas terlihat menghiasi pilar-pilar yang menopang di sisi-sisi bangunan. Hiasan yang meliuk-liuk itu juga terlihat di pegangan pintu hingga bagian sisi atap yang menyambung ke railing balkon di lantai dua.
 
Ukiran sederhana berbentuk garis dan lingkaran kecil terpahat di daun-daun pintu dan jendela yang ukurannya lebar dan tinggi. Sebagaimana bangunan peninggalan Belanda, langit-langit di Gedung A PLN UID Jaya itu juga mencapai lebih dari 3 meter, yang membuatnya terasa luas dan sejuk.

Sejatinya, bangunan yang sejak 2010 masuk daftar cagar budaya yang harus dilestarikan (heritage) sebagaimana Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 itu terdiri tiga lantai.

Terdapat masing-masing empat ruangan di lantai satu dan dua bangunan tersebut, sedangkan lantai ketiganya terdiri atas satu ruangan yang pada bagian paling atas gedung, terdapat ventilasi udara berbentuk piramida.
 
Saat ini, bangunan cagar budaya tersebut telah digunakan sebagai Kantor Unit Pelayanan Pelanggan (UP3) Menteng. Adapun dua ruangan di lantai dasar difungsikan menjadi kedai kopi Stroom Coffee yang dikelola UMKM.

Sejak dulu jadi kantor perusahaan listrik

Mengutip dari buku sejarah aset milik PT PLN, bangunan tersebut awalnya didirikan pada masa penjajahan Belanda di tahun 1897.
 
Pada saat itu, bangunan ini digunakan sebagai kantor Nederlandsch Indische Gas Maatschappij(NV. NIGM), yaitu perusahaan milik Hindia Belanda yang bergerak di bidang gas di wilayah Batavia. Namun, seiring berjalannya waktu, NV. NIGM memperluas usahanya ke bidang tenaga listrik.

Tahun 1942, setelah Belanda menyerah kepada Jepang dalam Perang Dunia II, Indonesia kemudian dikuasai Jepang. Perusahaan listrik dan gas juga diambil alih Negeri Sakura beserta seluruh asetnya.
 
Tiga tahun berselang, Jepang jatuh ke tangan sekutu. Indonesia pun memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak itu, dilakukanlah pengambilalihan perusahaan-perusahaan listrik dan gas dari tangan Jepang.
 
Berlanjut hingga 27 Oktober 1945, ketika nasionalisasi perusahaan-perusahaan di bidang ketenagalistrikan terjadi, para karyawan mengambil alih perusahaan listrik dan menyerahkannya ke Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja, termasuk bangunan Gedung A PLN UID Jaya ini.

Pemerintah Indonesia pun membentuk Badan Pemimpin Umum Perusahaan Listrik negara (BPU PLN). Namun, pada tahun 1972, BPU PLN dibubarkan. Sebagai gantinya, pemerintah membentuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan dialihkan berada di bawah koordinasi Departemen Pertambangan dan Energi.

GM PLN UID Jaya Lasiran menjelaskan sejak awal bangunan heritage tersebut dipergunakan sebagai kantor PLN. Namun, bangunan tersebut sempat kosong dan tidak digunakan, bahkan sempat terbengkalai.
 
 
Sejumlah kendaraan listrik tengah mengisi daya di SPKLU di kompleks Kantor PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) di Jalan M.I. Ridwan Rais Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2024). ANTARA/Ade Irma Junida
 
Sebagai bangunan cagar budaya, revitalisasi tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada ketentuan bahwa renovasi atau perbaikan bangunan heritage tidak boleh sampai merusak bentuk aslinya. Di sisi lain, kondisi bangunan semakin tua, dan mendesak untuk segera direstorasi.

"Tahun 2010, setelah mendapatkan izin dari Pemerintah, kami lakukan revitalisasi bangunan heritage ini. Kami fungsikan untuk kegiatan kantor. Dan sampai hari ini masih kami fungsikan sebagai Kantor Unit Pelayanan Pelanggan (UP3) Menteng untuk melayani seluruh pelanggan kami di wilayah Menteng dan sekitarnya," kata Lasiran.


 
Terawat dan termanfaatkan

Gedung A PLN UID Jaya yang ikonik berada di kawasan Kantor PLN UID Jakarta Raya. Posisinya berada paling depan, membuatnya menjadi pusat perhatian di jalan utama kawasan Gambir. Di sisi depan bangunan  terdapat SPKLU yang bisa mengisi daya sekitar delapan kendaraan listrik. Sementara itu, di belakang Gedung A, berderetan sekitar tujuh hingga delapan bangunan yang dinamai berurutan sesuai abjad.
 
Selain Gedung A yang mencolok, ada sederetan bangunan lain yang tampak sama tuanya, lengkap dengan sentuhan bekas kolonialisme di masa lampau. Meski tampak tua, semua bangunannya masih berdiri tegap dan terlihat asri meski berada di tengah pusat kota.
 
"Dari ratusan aset bangunan yang kami kelola, hanya satu bangunan yang menjadi cagar budaya yang harus dilestarikan (heritage), yaitu bangunan Gedung A PLN UID Jaya," imbuh Lasiran.
 
Guna melestarikan bangunan cagar budaya tersebut, PLN UID Jaya melakukan perawatan dan revitalisasi yang berpedoman pada Permen PUPR No. 19 tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan.
 
Upaya-upaya tersebut meliputi pemeliharaan oleh penyedia jasa pelaksana yang kompeten dan ahli di bidang bangunan gedung dan cagar budaya, melengkapi seluruh dokumen teknis yang dibutuhkan dengan persetujuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta tidak mengganggu bangunan dan lingkungan sekitar juga tidak mengubah bentuk bangunan.
Suasana kedai kopi Stroom Coffee yang menempati dua ruangan di lantai dasar Gedung A PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) di Jalan M.I. Ridwan Rais Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2024). ANTARA/Ade Irma Junida
 
Tidak hanya terawat, PLN UID Jaya mengoptimalkan fungsi bangunan unik tersebut menjadi kedai kopi yang bisa dikunjungi masyarakat, meski letaknya berada di tengah kawasan kantor.
 
Stroom Coffee tadinya hanya diperuntukkan sebagai tempat tunggu bagi masyarakat yang mengisi daya kendaraan listriknya di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
 
"Akan tetapi hari ini, kafe itu sudah jauh berkembang, jauh lebih maju, bahkan menjadi tempat yang favorit untuk masyarakat Jakarta untuk menikmati makanan dan minuman," kata Lasiran.
 
Sebagai aset peninggalan masa lalu, bangunan yang berdiri sejak abad ke-19 itu jadi saksi bisu sejarah perkembangan perusahaan listrik Indonesia. Sejak dulu hingga kini, perannya masih sama, memberikan pelayanan listrik yang optimal bagi masyarakat.

Bangunan cagar budaya tersebut juga ikut merawat ingatan bangsa ini atas perjalanannya di masa lalu.

Editor: Achmad Zaenal M


 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024