Jakarta (ANTARA) - Penelitian genom yang memetakan dan mengidentifikasi seluruh asam deoksiribonukleat atau DNA terus dilakukan agar data kesehatan menjadi presisi dalam mendiagnosis dan mengobati berbagai penyakit yang menyerang manusia.
 
Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal mengatakan riset genomik bisa mengetahui penyakit lebih awal, sehingga bisa mencegah manifestasi penyakit.
 
"Genomik memiliki potensi untuk membuka pengkodean terpisah dalam DNA dan memiliki kunci untuk mengatasi berbagai tantangan paling mendesak yang dihadapi umat manusia mulai dari mendeteksi penyakit hingga pengobatan," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Jumat.
 
Fasli mengungkapkan ada tiga tantangan yang sekarang dihadapi dalam penelitian genomik, yaitu ketersediaan alat, jumlah ahli, dan biaya operasional.
 
Alat-alat untuk riset genomik saat ini masih terbilang mahal. Bahkan, biaya perbaikan bisa mencapai miliaran rupiah dan butuh waktu cukup lama untuk pemasangan.
 
"Kami punya alat yang kalau dipakai minimal 300 sampel dengan biayanya Rp300 juta untuk satu kali pengoperasian," kata Fasli.
 
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa Universitas Yarsi telah memiliki beberapa laboratorium genomik dengan jumlah ahli di tingkat biomedis sekitar 30 orang. Sebagian besar para ahli itu lulusan dari luar negeri, seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa maupun Australia.
 
Sejak tahun 2005 dengan ditemukannya alat-alat yang lebih mutakhir bisa melakukan sekuensing seluruh genom manusia, maka penelitian dan pelayanan kesehatan berkembang berbasis pada pola genom seseorang.
 
Alat mutakhir seperti NextGen Sequencing (NGS) mampu membaca sekuen (urutan huruf genetik) keseluruhan DNA manusia (atau disebut Genomik) dalam waktu kurang dari satu minggu dengan biaya yang jauh lebih murah dibanding 10 tahun yang lalu.
 
Genomik berbeda dengan genetik, karena genetik hanya membahas penyakit kromosomal dan gangguan gen tunggal (pewarisan Mendel) sedang genomik membahas seluruh genom manusia sehingga mengamati genom seseorang secara individual.
 
Pada era genomik saat ini perawatan dan pengobatan suatu penyakit termasuk kanker mulai mempertimbangkan pola DNA seseorang yang diberikan secara individual, untuk penyakit yang sama mungkin akan diberikan obat yang tidak sama sehingga memberikan istilah one size does not fit for all.
 
Pengobatan berdasarkan pola DNA sekarang sudah mendapat perhatian pemerintah dengan berdirinya Biomedical and Genome Science Initiative (BGSI) pada tahun 2022.
 
Biomedical Genome Science Initiative (BGSi) yang kami luncurkan pada tahun 2022 tujuannya adalah untuk mengakselerasi pengembangan precession medicine.
 
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalusia mengatakan BGSi bertujuan untuk mengakselerasi pengembangan pengobatan tepat sasaran atau precision medicine.
 
Kegiatan pengembangan pengobatan tepat sasaran itu dimulai dari penelitian dan pengumpulan sampel-sampel berupa darah, spesimen maupun jaringan ke dalam sistem Biobank untuk keamanan data.
 
"Data genetik perlu untuk meningkatkan outcome terapi dan menurunkan biaya pengobatan," ucap Rizka.
 
Kementerian Kesehatan tengah membangun platform Satu DNA yang terintegrasi dengan Satu Sehat. Platform itu akan menghubungkan antara data demografi dan data klinis dengan data genomik dari Biobank.
 
Menurut Rizka, platform ini bukan hanya data pasien tetapi juga data populasi sehat. Kementerian Kesehatan memiliki koneksi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk mendapatkan data dari nomor induk kependudukan.
 
"Hal yang paling penting adalah bagaimana kita dapat menganalisis data tersebut dengan aman dan berkualitas serta integritas datanya dapat dipertanggungjawabkan," kata Rizka.
 
"Dengan pengembangan farmatogenomik dan Satu DNA ini di dalam paspor kesehatan dalam data Satu Sehat akan terimput data-data termasuk data genomik ini apakah ada alergi terhadap obat, apakah ada profil genetik yang menunjukkan bahwa tidak cocok sesuatu obat yang menyebabkan efek samping, itu semua akan terintegrasi dengan Satu Sehat," pungkasnya.

Baca juga: Ilmuwan susun basis data genom tanaman "mengering namun tidak mati"

Baca juga: Pengurutan genom bermanfaat untuk diagnostik yang lebih spesifik

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024