Jakarta (ANTARA) - PT Bakrie & Brothers Tbk. (Perseroan atau BNBR) dalam upaya mempercepat transformasi bisnis ke industri hijau mengembangkan teknologi konstruksi 3D printing mendukung program Pemerintah Indonesia mengurangi emisi sekaligus mencapai net zero emission 2060 sesuai Paris Agreement.

"Di Indonesia BNBR melalui Modula merupakan pionir dalam industri konstruksi yang menggunakan 3D Construction Printing. Kita berharap teknologi ini mampu mengejar housing backlog di Indonesia, khususnya di segmen konstruksi bangunan dan perumahan, yang sekaligus sejalan dengan prinsip ESG," kata Direktur & Chief Financial Officer (CFO) BNBR Roy Hendrajanto M. Sakti dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Dalam acara soft launching Modula, di Bekasi, Jawa Barat, dia mengatakan setelah sebelumnya BNBR masuk di industri energi hijau dengan mengembangkan ekosistem kendaraan listrik melalui anak usaha PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk. (VKTR) dan industri energi baru terbarukan (EBT) melalui anak usaha PT Helio Synar Energi (Helio), BNBR mulai masuk di industri konstruksi 3 dimensi yang ramah lingkungan melalui PT Modula Tiga Dimensi (Modula).

Roy Hendrajanto M. Sakti yang juga Komisaris Utama Modula itu mengatakan, masuknya BNBR di industri konstruksi 3D printing ramah lingkungan ini ditandai dengan peluncuran mesin 3D construction printing tipe BOD3 yang teknologinya telah banyak digunakan di Eropa. Di Indonesia, BNBR merupakan pionir dalam penggunaan teknologi paling mutakhir di industri kontruksi 3D printing ini.

PT Modula Tiga Dimensi, lanjut Roy, merupakan perusahaan patungan antara BNBR dan perusahaan pembuat 3D construction printer terkemuka asal Denmark, COBOD International.

“Kami melihat bahwa potensi pertumbuhan industri ini di Indonesia amat besar. Ini peluang bisnis yang patut dijajaki dan dikembangkan," kata Roy.

Direktur Utama PT Modula Tiga Dimensi (Modula) Adi Bagus Tirto menambahkan, saat ini pasar perumahan di Indonesia masih mengalami kekurangan pasokan yang bahkan akan berlangsung hingga 2030. Adi mengatakan, kebutuhan rumah layak huni di Indonesia mencapai sekitar 600-800 ribu unit per tahun. Namun, pasokan yang tersedia hanya 400-500 ribu unit per tahun.

Menurut Adi, sejumlah 40 persen dari seluruh populasi rumah tangga di Indonesia mengalami housing backlog. Ia memperkirakan, sejumlah 30 juta rumah tangga di Indonesia akan membutuhkan hunian yang layak pada 2030 nanti.

Di sisi lain, lanjut Adi, sektor konstruksi dunia ternyata menyumbang emisi sejumlah 37 persen atau 1/3 dari jumlah emisi global. Dari besaran tersebut, sejumlah 25 persen emisi disumbang oleh material bangunan (embodied emission) dan akan terus naik angkanya hingga sekitar 49 persen di 2030.

"Dengan penggunaan teknologi 3D construction printing ini diharapkan dapat mengurangi emisi dari sektor konstruksi, khususnya di Indonesia," terang Adi.

Co-Founder & Head of Asia-Pacific COBOD International, Simon Klint Bergh, yang juga merupakan Direktur PT Modula Tiga Dimensi, mengatakan, teknologi 3D construction printing ini berfokus pada solusi terhadap masalah housing backlog dengan berpegang pada prinsip berkelanjutan dan ramah lingkungan. Teknologi ini mampu membangun rumah dengan lebih cerdas, lebih cepat, berkelanjutan, dan hemat energi.

"Teknologi ini mengurangi lebih dari 50 persen dari durasi waktu yang dibutuhkan dalam konstruksi rumah secara konvensional, menghemat 35 persen tenaga kerja, menghemat pembuangan residu material hingga 20 persen dan memiliki kemampuan fleksibilitas desain serta presisi yang tinggi. Ini semua merupakan solusi nyata bagi dunia konstruksi di Indonesia," terang Simon.

Baca juga: BNBR optimis di 2024 mampu menorehkan capaian positif
Baca juga: BNBR raih pendapatan bersih Rp3,75 triliun di 2023
Baca juga: VKTR perkuat layanan kendaraan listrik komersial B2G dan B2B 

 

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024