Jakarta (ANTARA) - Tingkat kepatuhan Indonesia pada Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) meningkat dari 80% menjadi 82.6%. Raihan ini merupakan komitmen Indonesia dalam pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan di kancah internasional.

“Kenaikan nilai kepatuhan ini patut diapresiasi mengingat hanya tiga negara yang mengalami peningkatan kepatuhan, yaitu Indonesia, Korea dan Iran,” ungkap Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Tb. Haeru Rahayu dalam keterangan tertulis resmi KKP, Selasa (21/5/2024).

Lebih lanjut Tebe menyampaikan hasil penilaian kepatuhan pada tahun 2024 rata-rata nilai tingkat kepatuhan negara-negara anggota IOTC menurun dari 65% untuk tahun 2022, menjadi 56% untuk tahun 2023.

Meski demikian, menurut Tebe, Indonesia masih perlu memperbaiki pelaksanaan resolusi pengelolaan tuna berkelanjutan. Dalam sidang tersebut, beberapa isu kepatuhan yang perlu ditindaklanjuti di antaranya peningkatan kelengkapan informasi kapal perikanan serta standar pelaporan data hasil tangkapan ikan.

Capaian positif ini disampaikan dalam sidang 28th Session of the Indian Ocean Tuna Commission and Associated Meetings yang digelar di Bangkok, Thailand. Pertemuan Komisi IOTC S28 ini dihadiri oleh 29 perwakilan CPCs (Cooperating Non-Contracting Parties) dan 14 perwakilan NGO lokal maupun internasional.

Rangkaian pertemuan diawali dengan 21st Session of the Compliance Committee (CoC) yang dipimpin Prof Indra Jaya sebagai chair pada tanggal 5-7 dan 9 Mei, Pertemuan the 21st Session of Standing Committee on Administration and Finance (SCAF) pada tanggal 10 Mei, Pertemuan the 8th Session of Technical Committee on Management Procedure (TCMP) pada tanggal 11-12 Mei, dan Pertemuan the 28th Session of the Indian Ocean Tuna Commission (S28) pada tanggal 13-17 Mei 2024.

Pertemuan Komisi IOTC S28 berhasil mengesahkan dan mengadopsi 16 dari 24 propEBIH osal ke dalam 11 resolusi dan 1 rekomendasi, termasuk 2 proposal dari Indonesia yaitu proposal on establishing the programme for transhipment by large-scale fishing vessels, dan proposal on management of drifting fish aggregating devices (DFAD) in the IOTC area of competence yang diusung bersama dengan Pakistan, Somalia, Afrika Selatan dan Maldives.

Kesepakatan atas proposal DFAD diperoleh melalui rangkaian negosiasi yang ketat dari pengusung lima proposal terkait pengelolaan DFAD. Proposal yang dihasilkan merupakan gabungan elemen proposal yang diusulkan seperti penurunan jumlah DFAD, kewajiban registrasi DFAD, pengadaan sistem pemantauan, biodegradable DFAD. Elemen yang belum disepakati berkaitan dengan penutupan penggunaan DFAD atau penutupan musim penangkapan ikan di area kompetensi IOTC.

Selanjutnya, pada agenda pembahasan Adoption of the list of IUU Vessels, Indonesia setelah melakukan negosiasi panjang dengan Australia, berhasil mengeluarkan Kapal BELMETI dari provisional IUU Vessels List IOTC sehingga tidak masuk ke dalam daftar IUU Vessel List yang disahkan oleh IOTC.
“Namun demikian Indonesia dan Australia akan terus melakukan pertemuan secara Intersessional untuk pembahasan lanjut atas isu terkait kapal BELMETI yang diduga telah melakukan kegiatan IUU di wilayah perairan Australia,” imbuh Tebe.

Secara keseluruhan rangkaian pertemuan the 28th Session of the Indian Ocean Tuna Commission and Associated Meetings berlangsung sangat dinamis dan berakhir dengan lancar, di mana jumlah partisipasi kehadiran secara in-person cukup tinggi.

“Terkait proposal yang telah diadopsi, Pemerintah Indonesia bersama dengan pengusaha perikanan Indonesia perlu memastikan kelancaran dan penyelesaian Pilot project Indonesia tentang alih muatan di laut yang akan berakhir pada tahun 2025, untuk dilaporkan pada pertemuan Sidang Komisi IOTC ke-29 tahun depan,” kata Tebe.

“Terkait proposal yang telah diadopsi, Pemerintah Indonesia bersama dengan pengusaha perikanan Indonesia perlu memastikan kelancaran dan penyelesaian Pilot project Indonesia terkait alih muatan di laut yang akan berakhir pada tahun 2025 melalui pelaporan dan penilaian yang memadai, untuk dilaporkan pada pertemuan Sidang Komisi IOTC ke-29 tahun depan. Ditargetkan melalui pilot project tersebut, program observer nasional dapat diintegrasikan ke dalam Program Observer Regional IOTC. Keberhasilan pilot project tersebut akan menjamin keberlanjutan pemanfaatan observer nasional dama kegiatan alih muatan di laut untuk kapal longline Indonesia di wilayah kompetensi IOTC,” kata Tebe.

Selain itu juga akan berkoodinasi lebih lanjut dan bekerja sama dengan Sekretariat RPOA IUU dan Pemerintah Daerah serta pelaku usaha perikanan di pusat dan daerah terkait pengelolaan kapal perikanan dan wilayah penangkapan, dalam rangka penyelesaian kasus Kapal BELMETI dengan Pemerintah Australia.

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono Menteri Trenggono menerangkan, sebagai negara anggota Regional Fisheries Management Organization (RFMO), Indonesia berkomitmen penuh mengelola sumber daya ikan tuna secara berkelanjutan. Terlebih perairan Indonesia selama ini dikenal sebagai tempat beruaya dan wilayah penangkapan tuna, baik di perairan kepulauan, perairan teritorial, maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2024