Surabaya (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dijadwalkan membuka Kongres Bahasa Jawa (KBJ) IV di Semarang, 10 September 2006, kemungkinan besar batal karena saat bersamaan ada lawatan ke luar negeri. "Rencananya yang membuka memang presiden, namun karena berhalangan akhirnya diwakilkan kepada Mendiknas Bambang Sudibyo," kata panitia pengarah Jatim pada KBJ IV, Prof Dr Setya Yuwana Sudikan, MA, kepada ANTARA di Surabaya, Minggu. Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengemukakan pelaksanaan kongres sebelumnya selalu dibuka oleh presiden, yakni yang pertama di Semarang, kedua di Batu (Jatim) dan ketiga di Yogyakarta. "Kegiatan lima tahunan itu kemungkinan tahun berikutnya akan diselenggarakan di Jatim. Mudah-mudahan di Jatim ini eksekutifnya mau memberikan dukungan. Sebab kalau tidak, kami repot nanti," kata Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) itu. Dikatakannya saat ini persiapan kongres bertema ""Bahasa Jawa dalam Pembelajaran" itu sudah mencapai 99 persen. Semua makalah, khususnya pembicara dari Jatim kini sudah diterima panitia dan sudah digandakan untuk dibagikan kepada peserta. Kongres yang sedianya diselenggarakan 5-10 Juli lalu itu diundur menjadi 10 - 14 September 2006, akibat gempa bumi di Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. "KBJ diundur karena kami ikut berempati terhadap para korban gempa. Karena itu, sebagian dana untuk kongres kami salurkan ke daerah korban gempa juga," kata Yuwana. Selain itu, katanya, beberapa pakar yang akan menjadi pembicara dalam kongres tersebut juga menjadi korban gempa, seperti Dr Pranowo dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan Suwardi yang rumahnya di Bantul juga roboh karena gempa pada 27 Mei itu. Berkaitan dengan Jatim, Yuwana berharap pemerintah daerah itu bisa meniru kebijakan dari Gubernur Jateng Mardiyanto yang mewajibkan semua sekolah mengajarkan Bahasa Jawa. "Keberanian Gubernur Jateng itu hendaknya ditiru di Jatim. Di Jateng semua strata pendidikan, mulai SD, SMP, SMA dan SMK diajarkan Bahasa Jawa, tapi di Jatim hanya jadi muatan lokal untuk SD dan SMP," katanya. Ia mengaku prihatin karena di Jatim tidak semua SMP mengajarkan Bahasa Jawa. Ada misalnya SMP swasta di Surabaya yang lebih memilih Bahasa Mandarin sebagai muatan lokal daripada Bahasa Jawa. "Kalau di Jateng, tidak hanya SMA, tapi juga di SMK wajib mempelajari Bahasa Jawa. Dengan demikian diharapkan keberadaan Bahasa Jawa di kalangan anak muda itu tidak semakin tergeser," katanya. Selain dihadiri utusan dari berbagai daerah, KBJ IV rencananya juga diisi oleh pemakalah dari luar negeri, seperti Malaysia, Australia dan Suriname.

Copyright © ANTARA 2006