Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengancam memutus kontrak pengelolaan Blok D Alpha di Natuna, Kepulauan Riau, dengan ExxonMobil Oil Indonesia. "Kalau sampai akhir masa kontrak, yakni 8 Januari 2007, Exxon tidak ada komitmen produksi dan penjualan atas Blok D Alpha, maka kita `determinate` (diputus)," kata Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, Selasa. Padahal, menurut dia, Exxon telah diberikan waktu sejak 1995 guna menyampaikan komitmen perpanjangan tersebut. Kontrak bagi hasil D Alpha yang hingga kini belum berproduksi itu ditandatangani pemerintah dengan Exxon pada 1985. Namun, pada 1995 dilakukan amandemen kontrak melalui "basic agreement" (BA) dengan perubahan bagi hasil (split) jadi 100 persen Exxon dan nol persen pemerintah. Sejumlah kalangan memprotes porsi bagi hasil demikian. Wakil Ketua Komisi VII DPR, Alvin Lie, mengemukakan lebih baik tidak dikembangkan, dari pada diserahkan ke Exxon dengan bagi hasil nol persen buat pemerintah. Menurut Purnomo, bagi hasil nol persen itu bukan berarti pemerintah tidak mendapatkan apa-apa dan melanggar ketentuan kontrak bagi hasil. "Pemerintah masih mendapat bagian berupa pajak dan pembayaran tunai di muka," katanya. Namun, Purnomo menolak memberi alasan porsi bagi hasil nol persen bagi pemerintah. "Tanyakan pada yang memberi saja," ujarnya. Sementara Kepala Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas), Kardaya Warnika, menambahkan secara keseluruhan kalau dihitung-hitung, maka negara akan mendapat bagian 51-52 persen dari Blok D Alpha. "Jadi, bukan berarti pemerintah tidak mendapat apa-apa," katanya. Selain Exxon, Pertamina juga memiliki sedikit kepemilikan di Blok D Alpha karena sebelumnya dimiliki BUMN itu. (*)

Copyright © ANTARA 2006