Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (APHI) mengajukan memori kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) mantan Presiden Soeharto sah menurut hukum. APHI yang juga mewakili Komite Tanpa Nama (KTN) sebagai salah satu penggugat SKP3 Soeharto itu mengajukan memori kasasi yang diberi judul "Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Telah Bertindak Menjadi Pengacara Soeharto" ke PN Jaksel, Kamis. Kepala Divisi Hukum APHI Lambok Gultom mengatakan, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memasukkan tulisan salah seorang praktisi Hukum, Indriyanto Seno Adji merupakan hal yang tidak etis karena Indriyanto merupakan salah satu pengacara Soeharto. "Hal itu tidak etis dan tidak memenuhi rasa keadilan," kata Lambok. APHI dan KTN serta Gerakan Masyarakat Adili Soeharto (GEMAS) yang diwakili PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia) merupakan pemohon praperadilan atas penerbitan SKP3 Soeharto yang dikeluarkan Kejaksaan pada 11 Mei 2006. Pada 12 Juni 2006, Hakim Tunggal yang juga Ketua PN Jakarta Selatan, Andi Samsan Nganro memutuskan bahwa SKP3 Soeharto tidak sah sehingga harus dibatalkan dan menyatakan penuntutan perkara mantan presiden itu bisa dibuka dan dilanjutkan kembali. Atas putusan itu, Kejaksaan melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta dan pada 1 Agustus lalu dikeluarkan putusan yang menyatakan SKP3 Soeharto sah menurut hukum dan putusan itu juga membatalkan putusan PN?Jakarta Selatan. APHI, kata Lambok, melihat Kejaksaan selaku penerbit SKP3 Soeharto belum melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan agar institusi Penuntutan itu mengobati mantan presiden itu hingga sembuh agar perkara dugaan korupsinya dapat diperiksa dan diadili di pengadilan. Kejaksaan, menurut APHI, sepatutnya menghadirkan pendapat kedua atau second opinion dari tim dokter di luar tim independen yang diajukan Kejaksaan sebagai pendapat pembanding mengenai kondisi kesehatan Soeharto yang dinyatakan tidak layak disidangkan karena sakit. Pada 21 Agustus 2000, Soeharto telah diajukan ke persidangan atas dugaan korupsi senilai 419 juta dolar AS dan Rp1,3 triliun pada tujuh yayasan yang dipimpinnya, namun terdakwa dalam keadaan sakit dan dinyatakan tidak layak diajukan ke persidangan. Pemantauan kesehatan mantan Presiden Soeharto melalui koordinasi dengan Tim Penilai Kesehatan Soeharto pada awal Mei 2006, menghasilkan rekomendasi yang menyatakan kondisi mantan penguasa Orde Baru itu tidak lebih baik dari pemeriksaan terdahulu dan akhirnya Kejaksaan menerbitkan (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara) SKP3 mantan Presiden Soeharto pada 11 Mei lalu. Penerbitan SKP3 itu ditentang sejumlah pihak yang mengajukan praperadilan terhadap Kejaksaan, dan dalam putusannya, PN?Jakarta Selatan menyatakan SKP3 itu tidak sah namun Pengadilan Tinggi Jakarta berpendapat sebaliknya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006