Anggota yang nakal itu sebenarnya bukan hanya legislatif, tapi eksekutif dan yudikatif juga ada, sehingga terjadi krisis kepercayaan masyarakat kepada para pemimpin,"
Surabaya (ANTARA News) - Badan Kehormatan DPR RI bertanya dan meminta saran kepada akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tentang cara mengatasi anggota DPR yang "nakal", padahal sebagian besar di antaranya merupakan lulusan universitas.

"Anggota yang nakal itu sebenarnya bukan hanya legislatif, tapi eksekutif dan yudikatif juga ada, sehingga terjadi krisis kepercayaan masyarakat kepada para pemimpin," kata Wakil Ketua BK DPR RI Siswono Yudohusodo saat kunjungan kerja di Surabaya, Senin.

Dalam kunjungan kerja enam anggota BK DPR ke Kantor Manajemen Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang diterima Rektor Unair Prof H Fasich Apt itu, para anggota BK DPR itu menerima masukan dari Basis Susilo (Dekan Fisip), M. Sajid Darmaputra (FK), dan akademisi lainnya.

Selain Siswono, anggota BK DPR yang berkunjung ke Unair adalah Abdul Gaffar Patappe (Demokrat), Gusti Iskandar Sukma Alamsyah (Golkar), HM Nurdin (PDIP), Zuber Safawi (PKS), dan Prof Dr H Ali Maschan Moesa MSi (PKB) serta staf Sekretariat BK DPR RI.

Dalam kesempatan itu, Siswono yang juga anggota Komisi VI DPR RI itu mencatat lima bentuk kenakalan anggota DPR/DPRD yakni absensi, persekongkolan, fungsi legislasi, fungsi budget, dan kasus pidana yang belum berkekuatan hukum tetap.

"Soal absensi membuat forum-forum di DPR sulit mencapai kuorum, persekongkolan sering terjadi dalam kaitan sebuah proyek, fungsi legislasi DPR sangat rendah dengan hanya 20 UU pada 2013 dan satu UU hingga awal Februari 2014," katanya.

Kenakalan dalam fungsi budget, kata politisi Golkar itu, terkait adanya APBN-P membuktikan DPR tidak pernah antisipatif terhadap dinamika ekonomi dan adanya kenaikan APBN yang tidak diikuti dengan kenaikan kesejahteraan rakyat.

"Untuk kenakalan terkait masalah pidana yang belum berkekuatan hukum tetap sering terjadi pada anggota DPR yang tersandung kasus korupsi dan kasusnya disikapi dengan banding sehingga belum berkekuatan hukum tetap, tapi mereka justru mencalonkan diri sebagai legislator. Secara hukum tidak ada masalah, tapi secara etika menjadi sorotan rakyat," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta masukan akademisi Unair yang selama ini dikenal sebagai kampus yang relatif bersih dan memiliki komitmen "excellent with morality".

Dalam kesempatan itu, Dekan Fisip Unair Basis Susilo menyarankan dua hal yakni BK DPR melakukan rekayasa untuk lahirnya regulasi yang memungkinkan anggota DPR bisa berkomunikasi secara intensif dengan konstituen, misalnya daerah pemilihan dikurangi dari 11 menjadi dua dapil.

"Kalau pembagian dapil terlalu banyak, maka komunikasi wakil rakyat dengan rakyatnya akan sulit terjalin, sebab calon legislatornya sangat banyak. Kalau hubungan antara wakil rakyat dengan rakyat cukup dekat, saya yakin kenakalan itu bisa berkurang, karena rakyat bisa langsung mengkritik, tapi kalau terlalu jauh justru membuat para legislator bisa berbuat apa saja," katanya.

Usulan lainnya, BK DPR hendaknya menyiapkan anggaran khusus untuk mendokumentasikan rekam jejak anggota DPR, baik pengalaman maupun pernyataannya, kemudian hasilnya diumumkan, apakah hal yang baik maupun hal yang kurang baik, sehingga transparan.
(E011/I007)

Pewarta: Edy M Yakub
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014