Pak Boediono juga akan dipanggil sebagai saksi, equality before the law."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono direncanakan akan bersaksi di persidangan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur bidang 4 Bank Indonesia Budi Mulya.

"Pak Boediono juga akan dipanggil sebagai saksi, equality before the law," kata ketua jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi KMS Roni seusai sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Boediono saat FPJP digelontorkan kepada Bank Century maupun saat bank tersebut ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik pada 2008 silam menjabat sebagai Gubernur BI sekaligus anggota Komite Stabilitas Sistem Kuangan (KSSK).

KPK sebelumnya pernah memeriksa Boediono di Istana Wakil Presiden pada 23 November 2013 lalu dalam perkara ini.

"Niat sudah (terlihat), ada di BAP (Berita Acara Pemeriksaan), seharusnya akan kami panggil tapi tidak enak kalau ngawur panggil-panggil orang," tambah Roni.

Pemanggilan saksi dalam perkara itu, termasuk orang-orang penting seperti mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang menjadi sebagai ketua KSSK dan saat ini menjadi "managing director" di Bank Dunia yang berkedudukan di Amerika Serikat.

"Panggilan terhadap Sri Mulyani belum bisa kami jawab, nanti dilihat di persidangan karena di dakwaan sudah rinci sekali perannya," tambah Roni.

Disinggung mengenai tidak dimasukkannya Sri Mulyani sebagai aktor yang turut beserta dengan Budi Mulya dan sejumlah anggota Dewan Gubernur BI lain yang didakwa melakukan tindak pidana secara bersama-sama, Roni mengatakan hal ini terkait dengan sumber pengeluaran uang.

"Yang jelas keputusan pencairan FPJP berasal dari Bank Indonesia, hal itu diputuskan bersama-sama di sini ada dua syarat yang diperlukan yaitu mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan jahat), kalau belum tercermin di BAP maka belum bisa kita lakukan dan dilihat saja di persidangan, saat ini yang terlihat jelas adalah terdakwa," tambah Roni.

Artinya menurut Roni, yang membedakan peran Budi Mulya dengan anggota Dewan Gubernur BI lain adalah perannya yang aktif, termasuk menerima uang Rp1 miliar dari pemilik Bank Century Robert Tantular.

"Kita akan lihat sejauh mana peran mereka terungkap nanti di persidangan, masalah aliran dana yang mengalir ke Hesham dan Rafat sudah diadili dijadikan yurisprudensi bahwa dalam kasus ini mereka sudah diadili, di sana sama-sama ada unsur merugikan keuangan negara," tambah Roni.

Pada perkara pemberian FPJP, Budi Mulya bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia (saat ini Wakil Presiden Indonesia), Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, S Budi Rochadi (sudah meningal dunia) selaku Deputi Gubernur bidang 7 Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan, Robert Tantular dan direktur utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp689,39 miliar.

Selanjutnya, Budi Mulya bersama dengan Muliaman Harmansyah Hadad selaku Deputi Gubernur bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan dan anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpangan (saat ini menjabat sebagai ketua Otoritas Jasa Keuangan), Hartadi Agus Sarwono selaku Deputi Gubernur bidang 3 Kebijakan Moneter dan Ardhayadi Mitroatmodjo selaku Deputi Gubernur bidang 8 Logistik Keuangan, Penyesuaian Aset, Sekretariat dan KBI serta Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Kuangan (KSSK) dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp6,76 triliun karena menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Kerugian negara itu bahkan memperkaya Budi Mulya sebesar Rp1 miliar, pemegang saham PT Bank Century yaitu Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi sebesar Rp3,115 triliun, Robert Tantular sebesar Rp2,753 triliun, dan Bank Century sebesar Rp1,581 triliun.

Jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal 3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Setelah dakwaan dibacakan, Budi Mulya mengaku hanya menjalankan tugasnya.

"Saya secara bahasa mendengar dan mengerti tapi kalau hukum tidak mengerti karena saya hanya menjalankan tugas," kata Budi Mulya.

Ia dan pengacaranya Luhut Pangaribuan berencana untuk mengajukan eksepsi (nota keberatan) pada persidangan selanjutnya, Kamis (13/3). (D017)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014