Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pengamanan Perdagangan, Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Indonesia, Martua Sihombing mengatakan Indonesia siap menghadapi tuduhan dumping ban yang diajukan olah perusahaan ban negara milik Mesir. "Semua pihak sudah bersinergi, baik produsen ban Indonesia maupun importir di Mesir sangat kooperatif dalam penanganan tuduhan itu," kata Martua di Jakarta, Kamis. Dua pekan lalu, katanya, kuesioner yang dikirimkan oleh pihak Mesir telah diterima dan pekan depan akan digelar rapat yang keempat kalinya bersama pengusaha untuk mempersiapkan strategi bersama. Meski demikian, menurut Martua, untuk menangkal tuduhan dumping Mesir tersebut diperlukan bantuan pengacara yang memahami hukum perdagangan internasional. "Dengan begitu, upaya kita akan maksimal,"ujarnya. Martua menjelaskan, setelah kuesioner diisi oleh pengusaha dan dikirimkan kembali ke Mesir pada 5 Oktober 2006 nanti, maka pihak Mesir akan menentukan Bea Masuk (BM) sementara untuk ban Indonesia selama masa penyelidikan praktek dumping dilakukan. "Mereka akan datang untuk mengambil sampel perusahaan ban yang dianggap mewakili seluruh industri ban di Indonesia dan kami akan mendampingi proses itu," katanya. Sebelumnya, Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) A. Azis Pane mengatakan Wakil Presiden telah berjanji untuk melakukan pendekatan Government to Government (G to G) dalam kasus tuduhan dumping ban oleh Mesir itu. Selama ini, menurut dia, sebanyak 40 persen ban Mesir adalah produk Indonesia yang nilai ekspornya mencapai 70-80 juta dolar AS per tahun. Selain Indonesia, Mesir juga mengajukan petisi tuduhan dumping terhadap Thailand, Turki, dan India. Sedangkan Sebelumnya, Mesir telah mengenakan BM Anti Dumping (BMAD) terhadap produk ban dari Cina (lebih dari 100 persen) dan Uni Eropa. Tuduhan dumping ban Indonesia oleh Mesir, menurut Martua, bukanlah tuduhan yang pertama kali diajukan terhadap produk ekspor Indonesia ke Mesir. Indonesia pertama kali mendapat tuduhan praktek dumping atas produk lampu dan karena pengusaha Indonesia tidak mau bekerja sama menghadapinya, maka terkena pengenaan BMAD sebesar 228 persen selama 3 tahun yang berakhir 2005. Setelah itu, pensil produksi Indonesia juga terkena tuduhan dumping sebesar 3,7 dolar AS per gros (12 lusin) sejak awal tahun 2006. "Akhirnya pengusaha tidak mengekspor lagi ke sana karena BMADnya memberatkan,"ujar Martua. Tuduhan dumping oleh Mesir terakhir diajukan untuk produk lampu neon Indonesia. Namun kali itu, para produsen bekerja sama dengan pemerintah dan hanya dikenakan BMAD sebesar 0,17 persen sedangkan yang kurang kooperatif dikenakan BMAD 0,32 persen. Pengenaan BMAD terhadap produk lampu neon itu dimulai tahun 2006 ini. Syarat pengenaan BMAD oleh suatu negara terhadap produk ekspor negara lain ada tiga. Pertama, negara eksportir menjual barang dengan selisih harga lebih murah dari dua persen jika dibandingkan dengan harga di dalam negeri eksportir. Syarat kedua, pangsa pasar negara eksportir di negara yang mengajukan petisi dumping lebih besar dari tiga persen. Selain itu, negara penuduh harus membuktikan bahwa ada hubungan antara "injury" (berbagai kerugian) yang dialami industri dalam negerinya dengan praktek dumping negara tertuduh. Jika produsen suatu negara terbukti melakukan praktek dumping maka ada dua jenis hukuman yaitu pengenaan BMAD terhadap produk ekspornya atau harga jual produk tersebut ditentukan negara importir (price undertaken).(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006