Meminta agar majelis hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan terdakwa Rudi Rubiandini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidaka korupsi dan tindak pidana pencucian uang dan menjatuhkan hukuma
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini dituntut 10 tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima uang dari sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi (migas) maupun pejabat di lingkungan SKK Migas sekaligus melakukan tindak pidana pencucian uang.

"Meminta agar majelis hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan terdakwa Rudi Rubiandini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidaka korupsi dan tindak pidana pencucian uang dan menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum KPK Riyono dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Tuntutan tersebut berasal dari tidak dakwaan yaitu dakwaan kesatu primer mengenai penerimaan uang 200 ribu dolar Singapura dan 900 dolar AS dari pengusaha asal Singapura Widodo Ratanachaithong dan PT Kernel Oil Pte Limited (KOPL) melalui Simon Gunawan Tandjaya dan 522,5 ribu dolar AS dari Artha Meris Simbolon dan PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon. Penerimaan uang itu diterima oleh pelatih golf Rudi, Deviardi yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.

"Penerimaan tersebut tidak dilakukan langsung terdakwa tapi oleh Deviardi, tapi saksi Deviardi menerima uang karena perintah atau kesepakatan terdakwa sehingga merupakan penerimaan terdakwa, dan sudah ada kesepakatan antara terdakwa dengan Deviardi, Widodo Ratanachaitong dan Artha Meris Simbolon, maka substansinya sudah terjadi dan memenuhi kaidah perbuatan, maka unsur menerima hadiah sudah terbukti," ungkap jaksa.

Uang tersebut menurut jaksa terkait dengan jabatan Rudi sebagai Kepala SKK Migas yaitu uang dari Widodo terkait pengaturan pelelangan minyak mentah dan kondensat bagian negara di SKK Migas, sedangkan uang dari Artha Meris adalah agar Rudi bersedia memberikan rekomendasi untuk menurunkan formula harga gas PT KPI kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

"Widodo punya kepentingan terhadap terdakwa dan dengan mengetahui maksud pemberian uang dari Widodo dan Artha Meris seharusnya terdakwa tidak menerima uang dan melarang Deviardi untuk menerima uang karena terdakwa sebagai kepala SKK Migas seharusnya dapat menduga bahwa pemberian uang itu terkait dengan jabatannya," tegas jaksa.

Selanjutnya, dakwaan kedua adalah penerimaan uang 600 ribu dolar Singapura dari Wakil Kepala SKK Migas Yohanes Widjanarko, uang sejumlah 350 ribu dolar AS dari Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas Gerhard Rumesser dan dari kepala Divisi Penunjang SKK Migas Iwan Rahman sebesar 50 ribu dolar AS. Penerimaan uang itu seluruhnya juga melalui Deviardi.

Meski di pengadilan Yohanes, Gerhard dan Iwan membantah memberikan uang kepada Rudi, namun jaksa menilai kesaksian tersebut tidak bernilai.

"Di pengadilan Yohanes, Gerhard dan Iwan membantah memberikan sejumlah uang ke terdakwa tapi saksi Deviardi menerangkan menerima uang, Deviardi mengakui bahwa merekalah yang memberikan uang, keterangan Deviardi kami nilai lebih bernilai karena ia juga menerima konsekuensi yuridis yaitu Deviardi membuktikan didakwakan bersama-sama dengan terdakwa," jelas jaksa.

Artinya Rudi Rubiandini setidak-tidaknya menerima uang 1,82 juta dolar AS dan 800 ribu dolar Singapura sepanjang Januari--Agustus 2013.

Perbuatan ketiga adalah tindak pidana pencucian uang yaitu Rudi menyamarkan uang pemberian tersebut dalam sejumlah bentuk antara lain pembelian rumah, mobil, perhiasan, menukarkan mata uang asing maupun menitipkannya dalam "safe deposit box".

"Meski terdakwa mengatakan penghasilan cukup bahkan berlebihan tapi tidak menutup tindakan terdakwa yang melakukan pencucian uang dari penerimaan-penerimaan melalui Deviardi selama menjabat sebagai kepala SKK Migas karena pembelian harta benda, penyimpanan uang dalam safe deposit box dan penukaran mata uang asing diyakini berasal dari tindak pidana korupsi," ungkap jaksa.

Harta yang dimaksudkan jaksa adalah pembelian satu unit rumah di Jalan H Ramli no 15 RT 011/RW 015 Tebet senilai Rp2 miliar, pembelian mobil volvo XC90 senilai Rp1,6 miliar dengan uang muka hasil penukaran uang 50 ribu dolar AS (senilai Rp498,75 juta), jam tangan Rolex senilai Rp106 juta, mobil Toyota Camry senilai Rp630,8 juta dengan menggunakan dolar AS sejumlah 65 ribu dolar AS, jam tangan Citizeen Echo Drive, pembayaran Rp405 juta kepada Mazaya Wedding Organizer sebagai cicilan biaya pernikahan anak Rudi, menukarkan mata uang asing dari safe deposit box milik Deviardi senilai Rp2,98 miliar dan menyimpan hingga 60 ribu dolar AS dan 252 ribu dolar Singapura di "safe deposit box" Deviardi ditambah uang dalam rekening Deviardi di Bank CIMB Niaga senilai Rp1,02 miliar.

Harta benda tersebut dengan otomatis akan dirampas untuk negara bila Rudi terbukti melakukan pencucian uang.

Meski dalam sidang Rudi mengaku ditekan sejumlah pihak yang meminta untuk diberikan uang yaitu permintaan Tunjangan Hari Raya untuk Komisi VII, sehingga mau menerima dana dari orang yang mau menyediakan THR tersebut, jaksa menilai hal itu tidak menghilangkan kesalahan Rudi.

"Terkait dengan tekanan dari stakeholder sehingga menerima uang, tidak bisa menjadi alasan yang menghapus kesalahan karena ukuran tekanan adalah keselamatan jiwa sehingga Rudi seharusnya masih bisa menghindar agar tidak menerima penerimaan dari siapapun, tekanan atas terkdawa tidak termasuk alasan penghapus kesalahan," jelas jaksa.

Dakwaan pertama berasal dari pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo pasal 65 mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut untuk melakukan sesuatu yang bertentang dengan kewajibannya.

Dakwaan kedua berdasarkan pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo pasal 65 tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan karena kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Dan dakwaan ketiga berdasarkan pasal 3 UU no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang orang yang menyamarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Atas tuntutan tersebut, Rudi mengaku akan mengajukan nota pembelaan (pledoi).

"Saya sudah melakukan tugas saya menjelaskan seluruh fakta hukum selama persidangan berlangsung dan saya sudah melakukan sebagai terdakwa, saya sudah menjelaskan semua, sekarang ada tuntutan, kalau sudah tuntutan pledoi maupun vonis itu urusannya hukum," kata Rudi seusai sidang.

Sidang akan dilanjutkan pada Selasa pekan depan, 15 April 2014.(*)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014