Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk pelanggan industri besar dikhawatirkan akan menghambat perkembangan industri baja dalam negeri, khususnya industri hulu.

"Sekarang yang menjadi masalah yang sangat mengemuka adalah mengenai biaya konsumsi energi listrik untuk industri besar. Hal ini dapat menghambat perkembangan industri baja lokal," kata Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin, Harjanto, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, konsumsi energi listrik untuk industri baja mencapai 20-30 persen dari keseluruhan konsumsi energi listrik di kalangan industri besar.

"Jadi, bisa dibayangkan komposisi energi listrik untuk industri baja sudah sedemikian besar, ditambah kenaikan tarif listrik industri sekitar 64,7 persen," ujarnya.

Hal itu, kata dia, tentu akan sangat mempengaruhi cost structure (struktur biaya) industri baja.

Oleh karena itu, Harjanto memperkirakan salah satu hal yang akan menjadi sulit untuk dikendalikan adalah masuknya produk-produk hulu atau bahan baku impor dari luar negeri untuk industri baja nasional.

"Karena dengan naiknya tarif listrik industri yang begitu tinggi, kami khawatir banyak industri (baja) antara di dalam negeri yang lebih condong memakai bahan baku impor. Dan hal ini tentu akan menghambat berkembangnya industri hulu baja di dalam negeri," jelasnya.

Kemenperin sendiri mencatat, industri baja dalam negeri memang bertumbuh cukup pesat, namun pertumbuhan tersebut tidak diiringi dengan penggunaan bahan baku lokal.

"Meskipun industri dalam negeri memproduksi enam juta ton baja per tahun, bahan baku untuk industri baja itu sekitar 70 persen masih diimpor dari luar negeri," tukas Harjanto.

Ia bahkan memperkirakan kecederungan memakai bahan baku impor guna menekan biaya produksi tidak hanya dilakukan industri baja, tetapi mungkin juga industri lainnya, seperti industri tekstil.

"Ini yang menjadi PR (pekerjaan rumah) kita bersama untuk mengendalikan agar kenaikan tarif listrik industri tidak menghambat pembangunan industri hulu. Ini bukan hanya tanggung jawab Kemenperin, tetapi juga pemangku kepentingan lainnya," katanya.

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014