Miranshah, Pakistan (ANTARA News) - Gerilyawan muslim di sebuah daerah di Pakistan menembak mati seorang pria yang dituduh menjadi mata-mata pasukan AS, kata sejumlah pejabat, Kamis. Ia adalah mata-mata ketiga yang dibunuh sejak gerilyawan menandatangani sebuah perjanjian perdamaian dengan pemerintah. Pria yang menjadi korban itu, seorang pengungsi Afghanistan, diculik Rabu dari Mir Ali di daerah rusuh Waziristan Utara dan mayatnya yang berlubang-lubang peluru ditemukan Kamis pagi, kata pejabat pemerintah setempat Fida Mohammad kepada AFP. Sepucuk surat yang ditinggalkan di dekat mayat pria yang bernama Khan Malang itu mengatakan, ia menggunakan sebuah telefon satelit untuk menghubungi pasukan AS di negara tetangga, Afghanistan. Surat itu mendesak masyarakat untuk berhati-hati ketika "mata-mata AS menyusup ke Waziristan" dan memperingatkan bahwa siapa pun yang terlibat dalam spionase akan mengalami nasib yang sama. Pakistan menandatangani perjanjian perdamaian dengan para pemimpin suku di Waziristan Utara pada 5 September. Seorang tersangka mata-mata dibunuh empat hari kemudian dan seorang lagi dibunuh sekitar tanggal 21 September. Dua orang lagi dibunuh sebelumnya dalam setahun ini. Menurut kesepakatan tersebut, gerlyawan telah berjanji mengakhiri pembunuhan-pembunuhan bertarget dan serangan lintas-batas ke wilayah Afghanistan, dimana pemberontakan Taliban berkobar. Pihak berwenang menyatakan, mereka akan membebaskan orang-orang suku yang ditahan dan memindahkan pos-pos pemeriksaan baru, namun mereka menyatakan bahwa amnesti tidak akan berlaku bagi tokoh-tokoh yang diburu. Presiden Pervez Musharraf diperkirakan membahas perjanjian itu dengan para pemimpin AS dan Afghanistan di Gedung Putih, Rabu, di tengah kekhawatiran Amerika bahwa perjanjian itu akan menghentikan tekanan terhadap Taliban dan gerilyawan Al-Qaeda sekutunya. Pasukan Pakistan terlibat dalam pertempuran sengit dengan gerilyawan-gerilyawan Taliban dan Al-Qaeda yang menyusup ke wilayah suku Pakistan setelah runtuhnya rejim Taliban di Afghanistan pada akhir 2001.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006