Jakarta (ANTARA News) - Terpidana sepuluh tahun penjara dalam kasus pelanggaran HAM di Timor Timur, Eurico Guterres, mengajukan dua saksi fakta sebagai bukti baru (novum) dalam permohonan Peninjauan Kembali (PK). Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin, kuasa hukum Guterres, Suhardi Somomoeljono, menyebutkan, dua saksi itu adalah Eduardo De Yesus yang selama ini dinyatakan telah meninggal dunia dan Boa Ventura. "Eduardo De Yesus akan membuktikan bahwa keterangan saksi a charge (memberatkan-red) atas nama Alfredo Sanches dan Florendo De Yesus yang menyatakan bahwa Eduardo De Yesus telah mati tertembak oleh Antonio Besikau di Rumah Manuel Carascalao pada saat terjadi bentrokan pada 17 April 1999 adalah tidak benar, karena ternyata Eduardo De Yesus masih hidup dan telah menjadi saksi a de charge pada perkara Letnan Kolonel Infantri Endar Priyanto," tutur Suhardi. Menurut Suhardi, Eduardo juga akan membuktikan bahwa keterangan Alfredo Sanches dan Florendo De Yesus yang mengaku mereka berada di rumah Manuel Carascalao saat peristiwa bentrokan terjadi bersama dengan Eduardo De Yesus, adalah keterangan yang tidak benar. "Ternyata, Alfredo Sanches dan Florendo De Yesus sebenarnya tidak berada di tempat kejadian perkara. Selama Eduardo De Yesus berada di rumah Manuel Carascalao sejak 12 April sampai 17 April 1999, Eduardo De Yesus tidak pernah melihat Alfredo Sanches dan Florendo De Yesus," ujar Suhardi. Tim penasehat hukum Guterres akan menggunakan keterangan Eduardo De Yesus guna membuktikan bahwa keterangan saksi Alfredo Sanches dan Florendo De Yesus yang selama ini dijadikan pertimbangan utama oleh majelis hakim dari tingkat pengadilan pertama hingga tingkat kasasi, adalah tidak benar atau keterangan yang dibuat-buat. Eduardo De Yesus, menurut Suhardi, akan membuktikan bahwa keterangan saksi Alfredo Sanches, Florendo De Yesus, dan Manuel Carascalao yang menyatakan orang-orang yang berada di dalam rumah Manuel Carascalao hanyalah dari pihak pro kemerdekaan yang meminta perlindungan kepada Manuel Carasalao adalah tidak benar. Berdasarkan keterangan Eduardo, di dalam rumah Manuel juga terdapat orang-orang Maubara yang pro integrasi yang disekap oleh kelompok pro kemerdekaan, di antaranya adalah Eduardo De Yesus, Boa Ventura dan Dominggus Palestela. "Eduardo akan membuktikan bahwa keterangan saksi Alfredo Sanches, Florendo De Yesus, dan Manuel Carascalao yang menyatakan bahwa bentrokan yang terjadi di rumah Manuel Carascalao adalah penyerangan kelompok integrasi yang sudah direncanakan adalah keterangan yang tidak benar," kata Suhardi. Ia menjelaskan, berdasarkan keterangan Eduardo, penyebab terjadinya bentrokan di rumah Manuel Carascalao berawal dari teriakan orang-orang pro integrasi yang disekap di rumah Manuel, yaitu Eduardo De Yesus, Boa Ventura dan Dominggus Palestela, yang berteriak minta tolong kepada kawan-kawan mereka dari Maubara yang berada di atas truk yang sedang melintas di depan rumah Manuel Carascalao dalam perjalanan pulang dari apel akbar menuju Maubara. Menurut keterangan Eduardo, mereka yang berada di atas truk itu turun setelah mendengar teriakan minta tolong. Namun, mereka kemudian disambut dengan teriakan "serang" dari orang-orang pro kemerdekaan yang berada di rumah Manuel Carascalao dan mengakibatkan terjadinya bentrokan. Kesaksian Eduardo itu akan diperkuat dengan kesaksian Boa Ventura yang disekap bersama di rumah Manuel Carascalao. "Boa Ventura akan membuktikan bahwa keberadaan Boa Ventura, Dominggus Palestela dan Eduardo De Yesus di rumah Manuel Carascalao karena diculik dan disekap oleh Manuel Carascalao dan kelompok pro kemerdekaan," kata Suhardi. Selain mengajukan dua saksi baru, Guterres juga meminta agar keterangan saksi Victor Pilipe dan Dominggus Bondia diperiksa kembali karena keterangan yang mereka berikan dalam persidangan dengan terdakwa Letkol Inf Endar Priyanto, bahwa keterangan saksi Alfredo Sanches dan Florendo De Yesus adalah tidak benar. Guterres juga mengajukan putusan PK yang membebaskan Abilio Soares sebagai novum, karena adanya pasal 55 KUHP tentang penyertaan antara Guterres dan Abilio Soares. Selain mengajukan novum, kuasa hukum Guterres juga menyatakan vonis kasasi MA mengandung kekhilafan dan kekeliruan yang nyata, sebagai alasan mereka untuk mengajukan PK. Mereka menilai MA sebagai Judex Juris telah mengadili sendiri perkara kasasi Guterres, namun tanpa melihat fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. "Majelis agung telah menempatkan diri sebagai `judex facti`, padahal secara aktual dan faktual majelis hakim agung tersebut belum pernah menempatkan dirinya selaku hakim fakta yang secara langsung berhadapan dengan Guterres," kata Suhardi. Pada 13 Maret 2006, dalam putusan kasasi, Mahkamah Agung (MA) memvonis Guterres hukuman sepuluh tahun penjara, seperti vonis pada pengadilan tingkat pertama yang dijatuhkan pada 27 November 2002.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006