Untuk pelanggaran administrasi, bagi para pihak yang tidak puas dengan putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengajukan keberatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),"
Yogyakarta (ANTARA News) - Penanganan berbagai pelanggaran pemilu harus integratif sehingga akan mengurangi jumlah perkara sengketa hasil pemilu yang masuk ke Mahkamah Konstitusi, kata pakar hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Nimatul Huda.

"Untuk pelanggaran administrasi, bagi para pihak yang tidak puas dengan putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengajukan keberatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," katanya di Yogyakarta, Selasa.

Pada seminar dan lokakarya "Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Indonesia", ia mengatakan waktu yang diberikan untuk menangani pelanggaran pidana pemilu tidak harus dalam waktu yang singkat karena efek dari tindakan itu juga akan mencederai hasil pemilu.

Menurut dia, di Indonesia, sengketa pemilu dipilah menjadi pelanggaran administrasi pemilu yang oleh Bawaslu dilaporkan ke KPU, pelanggaran pidana pemilu yang oleh Bawaslu dilaporkan ke kepolisian, dan perselisihan hasil pemilu diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sengketa pemilu sebetulnya sudah dipilah sedemikian rupa ke dalam tiga lingkup kelembagaan yang berbeda-beda," kata Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu.

Namun, kata dia, tidak jarang manakala perselisihan hasil pemilu diajukan ke MK, praktik persidangan menunjukkan bahwa apa yang seharusnya dapat diselesaikan KPU atau kepolisian terkadang masih perlu dikoreksi ulang oleh MK sehingga menurut MK penyelenggaraan pemilu harus dilakukan ulang atau penghitungan ulang.

"Kendati dikatakan sederhana, terkadang penyelesaian perselisihan hasil pemilu menjadi tidak mudah karena standar minimum legalitas rekapitulasi penghitungan suara dan berita acara yang dibuat belum jelas dan tidak sedikit berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang direkayasa oleh para petugas yang tidak jujur," katanya.

Dosen Fakultas Hukum UII Anang Zubaidy mengatakan peserta pemilu terutama partai politik perlu lebih memaksimalkan fungsi pendidikan politik untuk meningkatkan rasionalitas pemilih, pemerintah perlu meningkatkan taraf pengetahuan masyarakat mengenai demokrasi dan kepemiluan.

"Selain itu netralitas pers juga penting sehingga informasi yang disampaikan bisa akurat dan seimbang, masyarakat terutama kelompok menengah terdidik harus menjadi teladan bagi bagian kelompok masyarakat lainnya," katanya.

Kegiatan itu diselenggarakan PSHK Fakultas Hukum UII bekerja sama dengan Hanss Seidel Foundation (HSF) Indonesia.

(B015/H008)

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014