Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi menyatakan, Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) telah dibekukan dan pembekuan itu disepakati saat Wapres Jusuf Kalla bertemu dengan Presiden Yudhoyono di Kantor Kepresidenan, Jumat (3/11).
Hal itu ditegaskan Hasyim seusai menemui Wapres Jusuf Kalla di kediamannya di Jalan Diponegoro, Jakarta, Sabtu.
Menurut Hasyim, dalam pertemuan itu, Wapres mengatakan bahwa institusi yang dipimpin Marsilam Simanjuntak itu telah dibekukan, namun sampai kapan pembekuan tersebut dilakukan Kalla tidak menjelaskannya lebih lanjut.
"Wapres tadi cerita, lembaga itu dibekukan. Sampai kapan, ya Wapres hanya menyatakan itu tidak jalan lagi," katanya.
Sebelumnya pada Jumat siang (3/11), Presiden Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla, di Kantor Kepresidenan telah membicarakan pembentukan UKP3R yang menurut Jubir Presiden Andi Malarangeng, pembentukan UKP3R tersebut tak akan mengubah peran dan wewenang presiden dan wapres serta para menko.
Wapres tiba di Kantor Kepresidenan jam 11.15 Wib dan kemudian keduanya langsung mengadakan pertemuan empat mata serta melakukan shalat Jumat bersama di Masjid Baiturrahim di kompleks Istana.
Hasyim mengatakan bahwa UKP3R tersebut memang tidak diperlukan lagi karena sudah ada pembagian tugas yang jelas di Kabinet sehingga keberadaan institusi baru tersebut justru mencerminkan kerancuan sistemik dan lemahnya kepemimpinan Presiden Yudhoyono sendiri.
"Masalahnya, meski secara de jure kabinet indonesia menganut sistem presidensiil, namun faktanya lebih cenderung parlementer. Dimana porsi atau kursi kementrian dikapling sedemikian rupa untuk merepresentasikan kekuatan partai politik (parpol) yang ada," katanya.
Dengan begitu, katanya lagi, mau tidak mau akan terlihat para menteri memiliki dua komando. yaitu pada presiden dan parpolnya dan Presiden Yudhoyono tampaknya risih dengan kondisi seperti itu
Atas kondisi semacam itu, Hasyim menganalisa, Presiden Yudhoyono tampak ragu-ragu untuk melakukan reshuffle kabinet karena itu lebih beresiko dan harus memperhitungkan kekuatan parpol dan posisi di parlemen sehingga akhirnya diambil kebijakan "miring" itu.
"Dia menganulir sebagian kekuasaan kabinet menteri-menteri melalui keberadaan unit kerja baru tersebut tanpa melakukan reshuffle," katanya.
Oleh sebab itu, menurut Hasyim, presiden menilai pendirian unit kerja baru tersebut sebagai langkah terobosan untuk memperkokoh posisi presiden dalam kabinet presidensiil tersebut walaupun tidak bisa dihindari akan ada lebih banyak pihak yang dirugikan, seperti menterinya, wakil presidennya dan partainya, sekalipun tidak sampai melakukan reshuffle dan tumpang tindih kekuasaan.
Mengenai tim UKP3R yang terlanjur dibentuk, Hasyim mengatakan bahwa hal tersebut terserah presiden sendiri.
"Tapi memang tidak diperlukan institusi baru untuk menjembatani presiden dan kabinet karena di kabinet sendiri sudah ada menko, sudah ada wapres. Nanti itu bisa membuat jarak antara presiden dan kabinetnya," demikian Hasyim Muzadi.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006