Medan (ANTARA News) - Air mata haru menetes dari dua mata lelaki yang sudah renta itu, membasahi kedua pipinya yang telah keriput termakan usia saat berlangsungnya peringatan Hari Pahlawan di Medan, Jumat. Suhaimi, 85 tahun, mengaku terkenang akan perjuangan yang pernah dilakukannya untuk merebut sekaligus mempertahankan republik ini dari cengkeraman penjajah, berpuluh-puluh tahun silam. "Ya, saya teringat perjuangan masa lalu. Terlalu indah untuk dikenang meski penderitaan waktu itu tak tertahankan," ujarnya ketika menjawab ANTARA seusai mengikuti upacara memperingati Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan. Namun demikian, ia mengaku menangis tidak hanya karena haru, tetapi juga karena sedih. Kesedihannya dipicu karena perjalanan bangsa dalam mengisi kemerdekaan tidak seperti yang ia harapkan. "Maksud kami memerdekakan Indonesia itu tidak seperti ini. Saya sangat sedih melihat kondisi bangsa yang tidak pernah bertambah baik. Semuanya serba tidak menentu, serba tidak jelas," katanya. Ketika ditanya apa yang dimaksudkannya, ayah lima anak, 12 cucu dan empat citi itu menunjuk korupsi yang masih merajalela di mana-mana, pertentangan yang terjadi antar para penguasa serta berbagai kesulitan yang sepertinya tiada akhir dan selalu mengorbankan rakyat kecil. "Kehidupan rakyat kian sulit saja, perekonomian semakin payah, sementara korupsi justru tidak pernah dapat dikikis dari bumi tercinta ini," ujarnya. Ia berpendapat praktek korupsi merupakan bukti nyata betapa tidak dihargainya perjuangan susah payah dan "berkuah darah" yang telah dilakukan para pejuang kemerdekaan. "Kita tahu bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya, sementara praktek korupsi merupakan wujud perilaku yang tidak menghargai jasa pahlawan," ujarnya. Sependapat dengan Suhaimi, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Sumatera Utara, H. Hidayatullah, juga mengatakan korupsi yang kini telah membudaya sebagai sebuah bukti tidak dihargainya jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan. Ia juga mengajak segenap anak bangsa untuk kembali merenungkan arti peringatan Hari Pahlawan, tidak hanya sekadar menempatkannya dalam tataran seremonial tanpa makna. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Jika kita memang menghargai jasa pahlawan dan tidak ingin terjebak dalam aktivitas seremonial, maka memang sudah seharusnya kita mengisi kemerdekaan ini sebagaimana yang dulu mereka cita-citakan," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006