Banjarmasin (ANTARA News) - Penurunan kualitas karet Indonesia dipasaran internasional belakangan ini ada andil Provinsi Kalimantan Selatan sebagai salah satu daerah penghasil karet nasional. "Akibat buruknya kualitas karet Kalsel, maka mempengaruhi kualitas karet Indonesia di pasaran internasional", kata Andreas, seorang pengamat perkaretan disela-sela seminar perbaikan mutu karet Kalsel yang diselenggarakan Gabungan Perkaretan Indonesia (Gapkindo) Kalsel di Banjarmasin, Selasa. Dikatakan, buruknya kualitas karet Kalsel juga terkait budaya kerja dan cara proses pengolahan yang dilakukan kalangan petani setempat. "Kita tahu, semua pohon karet yang disadap di manapun, atau dinegara manapun sama-sama mengeluarkan lateks, berarti saat disadap kualitas itu sama saja, tetapi kenapa setelah sampai di pasaran kok jelek sekali," katanya. Itu berarti, tambahnya, proses pengolahan dari lateks cair menjadi bahan olah karet (Bokar) yang tidak benar, atau karena sistem penyimpanan yang salah, atau karena faktor lainnya seperti proses pengiriman dan sebagainya. Oleh karena itu, sudah saatnya pihak petani karet Kalsel memperhatikan mengenai kualitas tersebut terutama menghilangkan kebiasaan mengolah karet yang dicampur dengan benda-benda lain selain karet yang jelas akan mempengaruhi kualitas. "Kita semua tahu, hampir sebagian besar karet yang dijual di tempat petani itu dengan proses yang salah, seperti terlalu basah serta terlalu kering, padahal karet yang baik jangan terlalu basah dan jangan terlalu kering," tambahnya. Bahkan kebiasaan petani karet pula, seperti di kawasan sentra perkebunan karet rakyat Banua Enam (enam kabupaten Utara Kalsel) menyimpan karet slab atau karet bakuan (kantal) ditempat yang becek bahkan di cumberan. kebiasaan-kebiasaan itulah yang sangat salah karena menurunkan kualitas, padahal maksudnya agar karet tidak susut dan timbangannya banyak. Tetapi pembeli karet kan tahu sendiri yang dibeli itu kan karetnya bukan air yang ada dalam kandungan karet, sehingga karet yang basah tersebut tentu dibeli dengan harga murah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006