Pertama yakni sejumlah langkah yang dilakukan dalam NKB, penting sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi dan pembenahan tata kelola sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan evaluasi dan refleksi perkembangan perjalanan Nota Kesepakatan Bersama (NKB) Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia dan menegaskan beberapa acuan pelaksanaan rencana aksi tersebut.

"Pertama yakni sejumlah langkah yang dilakukan dalam NKB, penting sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi dan pembenahan tata kelola sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat," kata Humas KPK, Priharsa Nugraha, dalam siaran pers yang diterima Antara di Pontianak, Rabu.

Indonesia dikaruniai potensi sumber daya alam yang seharusnya bisa menjadi modal dasar pembangunan sosial dan ekonomi yang kuat. Persoalan SDA juga terlihat dalam berbagai tataran, baik persoalan ideologis, regulasi, tata laksana, maupun kelembagaan.

Namun, aspek regulasi yang paling terasa, yakni pada tumpang tindihnya aturan. Rumitnya persoalan tersebut ditunjang dengan egosektoral yang kuat sehingga menjadi "insentif" bagi berbagai ekses negatif seperti tingginya konflik, ketimpangan manfaat SDA, biaya transaksi dalam pengelolaan SDA, bahkan hingga korupsi.

Misalnya, dalam kajian perizinan ditemukan bahwa dengan luasan kelola hutan produksi hingga 35 juta hektare, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat ditarik hanya sekitar Rp3 triliun per tahun.

Padahal, menurut Priharsa Nugraha, dari satu Hak Pengusahaan Hutan (HPH) harus mengeluarkan biaya "informal" mencapai Rp22 miliar setahun.

"Dapat dibayangkan kalau izin tadi mencapai ratusan," katanya.

Sementara itu, aspek tata laksana prosedur perizinan seringkali tidak dipatuhi.

Selain itu, pengawasan terhadap pelaksanaan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), kewajiban pajak, dan pinjam pakai kawasan hutan juga masih lemah.

Acuan kedua bahwa upaya pembenahan tata kelola SDA harus dilakukan secara sinergis oleh seluruh Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah dan Civil Society Organization (CSO) agar memiliki dampak langsung pada masyarakat.

Misalnya saja, untuk menjamin kepastian hukum dalam peta tunggal kawasan hutan, tidak hanya dapat dilakukan oleh Kementerian Kehutanan saja, tetapi disini diperlukan kekompakan kementerian/lembaga terkait.

Pewarta: Nurul Hayat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014