Surabaya (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Kementerian Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat, Rildo Ananda Anwar, menyatakan, pemerintah berkomitmen mempermudah izin proyek permukiman kelas menengah-bawah dengan memangkas proses birokrasi.

"Kebijakan itu hanya berlaku bagi pengusaha properti yang ingin membangun permukiman kelas menengah ke bawah," katanya pada Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) di Surabaya, Rabu.

Ia mengemukakan, hal tersebut sesuai instruksi Presiden Joko Widodo untuk memangkas proses perizinan. Apalagi selama ini permasalahan perizinan ini tidak hanya membutuhkan waktu tetapi biaya.

"Oleh sebab itu, dengan dikeluarkannya kebijakan ini kami berharap pemerintah daerah merespon instruksi ini, sehingga backlog (angka kebutuhan rumah) tidak terus naik," katanya.

Untuk itu, harap dia, pemerintah daerah wajib berupaya membantu menekan backlog dengan menyediakan lahan murah. Sementara itu, harga lahan juga menjadi masalah terbesar pengembang untuk memulai proyek permukiman rakyat. Di sisi lain, pemerintah tidak bisa melakukan pembatasan orang-orang kaya yang sudah punya rumah atau kembali membeli rumah sebagai investasi.

"Hal itu kami siasati dengan tetap memikirkan kebijakan yang pro rakyat berpendapatan rendah. Mungkin nanti bentuknya bisa seperti pembebasan PPn," katanya.

Di samping itu, tambah dia, Kementerian PU dan Perumahan Rakyat sendiri menargetkan untuk menyediakan 220.000 unit hunian pada tahun 2015. Besaran itu masih jauh dari backlog nasional saat ini yang mencapai 15 juta unit rumah.

Pada kesempatan sama, Ketua Tim Percepatan Pembangunan Rumah Jatim, Saifullah Yusuf, menungkapkan, realiasasi pembangunan rumah di Jatim tidak pernah bisa memenuhi target yang diharapkan. Dari target rata-rata tahunan yang sebesar 25.000 rumah per tahun maka realisasi yang ada biasanya berkisar di angka 20.000 unit rumah.

"Kini pemerintah harus mencari terobosan sehingga penyediaan rumah rakyat bisa lebih cepat dan harus ada kebijakan yang radikal. Akibatnya, angka backlog semakin meningkat menjadi 500.000 unit sedangkan besaran sebelumnya di posisi 300.000 unit di Jatim," katanya.

Kemudian, Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo, melanjutkan, kebutuhan rumah dan perkembangan penyediaan rumah bisa diibaratkan seperti lomba lari dengan kekuatan yang tidak imbang. Apabila kebutuhan rumah berkembang maka ibarat "deret hitung" sedangkan penyediaan rumah laksana deret ukur.

"Belum lagi ada sekitar 800.000 anggota masyarakat yang masuk keluarga muda baru. Jumlah backlog akan terus membesar bila pemerintah tidak membantu pengusaha," katanya.

(T.KR-IDS/T007) 

Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014