... itulah jenis perlakuan yang saya terima. Kami dikeluarkan karena itu dianggap lemah...
Sidney (ANTARA News) - Personil aktif dan pensiunan Angkatan Laut Australia mengaku trauma karena pernah menarik mayat manusia pencari suaka dari lautan dan menghentikan perahu pencari suaka.

Angkatan Laut Australia (Royal Australian Navy) merupakan garda terdepan pelaksana kebijakan pemerintah Australia dalam mencegah datangnya kaum migran melalui jalur laut.

Meski beberapa pelaut menderita tekanan psikis pasca trauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD) akibat melakukan pekerjaan mengerikan itu, kondisi kesehatan mereka tidak ditangani secara serius oleh komandannya, tulis AFP yang mengutip siaran televisi ABC, Selasa (2/12).

Para korban trauma mengatakan mulai mengalami tekanan psikis (stres) selama bertugas di angkatan laut pada masa kekuasaan Partai Buruh pada 2006 hingga 2013. Tekanan psikis itu kemudian oleh kewajiban merahasiakan tindakan perlindiungan perbatasan yang mereka lakukan.

Seorang Perwira AL Australia yang menggunakan nama samaran Michael, mengungkapkan bagaimana kapalnya terlambat 15 jam untuk misi penyelamatan perahu pencari suaka.

"Kami memarik mereka keluar dari air semampu dan selama kami bisa, sampai kami kapal kami penuh dan itu bukan hal itu sering kali terjadi. Semua mayat yang kami temukan mungkin panjangnya sekitar 70 mil jika dideretkan," kata 'Michael', pada wartawan.

Pernyataan personil Angkatan Laut Australia itu muncul bertepatan dengan upaya Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison, mendapatkan dukungan Senat Australua dalam RUU yang akan memberi kewenangan lebih bagi badan eksekutif untuk menerapkan kebijakan yang lebih keras terhadap para manusia perahu.

Sejak Desember tahun lalu, hanya satu kapal pencari suaka yang berhasil mencapai daratan Australia. Fakta tersebut berbanding terbalik dengan periode sebelumnya di mana perahu-perahu berdatangn hampir setiap hari.

Troy Norris --seorang personil angkatan laut dikeluarkan karena mengalami PTSD dan menghabiskan 13 tahun masa pengabdiannya dengan menghadang perahu pencari suaka-- mengatakan, atasannya tidak menunjukkan kepedulian saat membaca surat pemberhentiannya..

"Dan itulah jenis perlakuan yang saya terima. Kami dikeluarkan karena itu dianggap lemah," kata Norris.

Sementara itu Kepala Angkatan Laut Australia, Laksamana Madya Tim Barrett, mengakui, melindungi perbatasan adalah pekerjaan berat dan program dukungan kesehatan mental telah disusun bagi mereka yang mengalami trauma.

"Program ini mencakup pengujian dan tindak lanjut dukungan kesehatan mental ketika dibutuhkan. Saya juga yakin ini adalah sistem terbaik yang merupakan bagian dari pendekatan lebih luas bagi kesehatan mental di lingkungan pasukan pertahanan Australia," kata Berret.

Sebagai bagian dari kebijakan yang keras dari pemerintah konservatif saat ini, beberapa perahu pencari suaka yang mendekati perairan Australia telah diusir untuk kembali. Pemerintah Canberra beralasan kebijakan ini dilakukan demi keselamatan manusia perahu.

Kasus terbaru dari masuknya imigran gelap adalah dihadangnya perahu yang mengangkut 38 warga Sri Lanka di Pulau Koko, barat laut Australia, dua pekan lalu, dalam pelayaran mereka menuju Australia.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014